SEKAYU, iNewspalembang.id – Sebelum jalan khusus (hauling) batubara sepanjang 133 kilometer di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) secara resmi beroperasional, ternyata sudah banyak mendapat sorotan.
Terlebih, hauling yang dikelola PT Musi Mitra Jaya (MMJ), yang tak lain anak perusahaan dari PT Atlas Resources, dalam ambisi membangun jalan khusus tersebut melewati kawasan hutan tropis dataran rendah terkahir, dengan kualitas baik di Sumatera Selatan (Sumsel), yakni di kawasan PT Restorasi Ekosistem (REKI).
Nah sejak awal, pegiat lingkungan mengkhawatirkan dari aktivitas bakal berdampak terjadinya kerusakan hutan dan bahkan hilangnya sumber-sumber kehidupan masyarakat seperti kebun dan lahan pertanian.
Belum lagi, jalan yang melalui Desa Lubuk Bintialo, Sako Suban, Pangkalan Bulian, Kecamatan Batanghari Leko hingga ke Desa Pangkalan Bayat, Telang, Sindang Marga, Kaliberau, dan Pulai Gading, Kecamatan Banyung Lencir itu, melewati kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi tetap, serta pemukiman warga.
Menurut Adios Syafri, dari Hutan Kita Institute (HaKI), pihaknya sudah berbicara sejak tahun 2012 lalu terkait semua ancaman yang ditimbulkan oleh pembukaan jalan tambang PT MMJ.
Secara kewilayahan, sambung dia, kawasan yang terancam berada dalam konsesi PT REKI, yang tak lain hutan tersisa dengan kualitas baik di Sumatera Selatan, dan sebagian di Jambi. Terkait PT REKI, mereka sudah tiga kali menyampaikan Pulai Gading, Telang, Sindang Marga, Pangkalan Bayat, Sako Suban, Kali Berau, 32 penolakan tertulis ke Menteri Kehutanan, dan yang pertama dilakukan pada 22 Desember 2012 yang ditujukan kepada Dirjen Bina Usaha Kehutanan, terakhir adalah pada 16 Mei 2013 dengan menyertakan alasan penolakan plus kajian ilmiah.
“Menurut kajian yang dilakukan PT REKI, rencana pembuatan jalan batu bara milik PT MMJ sepanjang 51,3 km, dengan lebar 30 sampai 50 meter, akan menyebabkan kerusakan hutan secara massive 154 hektar, dan dampak susulan, kiri kanan yang akan terganggu sekitar 5.300 hektar,” umar dia.
Selain itu, jalan itu akan menyebabkan fragmentasi habitat dan menutup akses pergerakan satwa liar termasuk yang dilindungi yang akan mengakibatkan kepunahan seperti Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) (Tapirus indicus), Gajah Asia (Elephas maximus), Beruang Madu (Malayan Sun Bear), Ajag (Cuon alpinus), Ungko (Hylobates agilis).
“Selanjutnya, pembangunan jalan ini akan berdampak pada terbukanya akses penguasaan lahan secara illegal dan pelaku illegal logging yang memperburuk kondisi hutan,” kata dia.
Pembukaan hutan untuk pembangunan jalan tambang tersebut kata Adios, tidak hanya menghilangkan tegakan di kawasan hutan seluas 154 hektar, tetapi menghentikan upaya pemulihan yang akan meningkatkan nilai ekonomi hutan dalam beberapa dekade ke depan.
“Pembangunan jalan yang disertai kegiatan pembalakan juga menghilangkan nilai ekonomi hutan produksi di kawasan tersebut menjadi nol. Hasil perhitungan yang dilakukan PT REKI, menunjukkan PT REKI akan menderita total kerugian sebesar Rp 48.479.895.000 (saat itu), jika pembangunan jalan tetap dilaksanakan,” ungkap dia.
Kemudian, jelas Adios, dampak sosial terhadap komunitas Suku Anak Dalam (SAD) Batin Sembilan, yang lebih dari 200 keluarga masyarakat asli Batin Sembilan menggantungkan keberlangsungan kehidupan tradisionalnya kepada Hutan Harapan. Itu termasuk pemanfaatan sumber pangan dan hasil hutan yang terdapat di seluruh kawasan Hutan Harapan.
“Jalan yang dibuat akan meningkatkan benturan dengan masyarakat dari luar wilayah konsesi dan akan benar-benar mencegah akses mereka dalam memperoleh hasil hutan bukan kayu kesebagian besar wilayah hutan. Ini akan sangat mengganggu cara hidup tradisional mereka. Kehadiran perambah akibat pembukaan akses jalan akan memarginalkan masyarakat Batin sembilan yang ada,” jelas dia.
Adios menerangkan, areal yang akan dilewati oleh pembangunan jalan angkut batubara PT MMJ hampir secara keseluruhan adalah kawasan hutan, hanya sedikit kawasan Areal Penggunaan Lain.
Kawasan hutan yang dilewati merupakan kawasan hutan yang berfungsi sebagai Hutan Produksi, Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Konversi. Pada areal kawasan Hutan Produksi, semunya sudah dialokasikan untuk IUPHHK HTI dan RE, sehingga kawasan hutan yang dilewati adalah hutan tanaman, kebun campuran, hutan sekunder dan areal perkebunan rakyat.
“Terkait perkebunan rakyat itu meliputi perkebunan sawit, perkebunan karet, perkebunan campuran dan kebun monokultur berupa buah-buahan atau tanaman kayu-kayuan. Kebun karet yang ada mayoritas kebun karet berumur 1-7 tahun, yaitu sekitar 70 persen. Sisanya karet tua diatas 20 tahun yang siap untuk diremajakan,” jelas dia.
“Ada juga masyarakat yang menaman sawit, dan saat ini rata-rata berusia 3-5 tahun. Selain itu, banyak juga ditemukan tanaman buah-buahan seperti duren, rambutan, duku, petai dan lain-lain,” imbuh dia.
Sudah 10 tahun lebih apa yang dikhawatirkan para pegiat lingkungan tersebut terbukti. Ratusan ton Batubara yang diangkut dari Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) yang terangkut melalui hauling hingga ke dermaga (jetty) di ujung Desa Pulai Gading, dikeluhkan warga desa yang berdampingan dengan jalan khusus batubara tersebut.
Karena, hamburan debu jalan yang berterbangan dari akibat aktivitas truk angkutan Batubara itu, membuat Kesehatan, pemukiman, dan tanam tumbuh di perkebunan warga terkena dampaknya.
Warga desa yang berdampingan tersebut mengalami gangguan Kesehatan seperti batuk hingga ISPA. Lalu tempat tinggal mereka hingga dalam rumah setiap harinya menempel debu, dan tanam tumbuh di perkebunan mereka juga ditutupi debu, yang membuat hasil panen mereka tidak maksimal.
Berkaca dari kondisi itu, pada 21 Juli 2022 lalu, Penjabat (Pj) Bupati Muba, Apriyadi, meminta pihak PT MMJ yang yang beroperasi di Bumi Serasan Sekate untuk komitmen membantu memelihara jalan, agar tetap fungsional dan nyaman dilewati.
"Kalau jalan rusak dan tidak bisa dilewati maka distribusi kebutuhan pokok ke daerah pelosok terganggu, maka masyarakat kita yang semakin terbebani. Jalan juga sangat penting untuk kelancaran perekonomian," tegas Apriyadi, saat menerima jajaran PT MMJ, di Ruang Rapat Bupati Muba, Kamis (21/7/2022) lalu.
Pemkab Muba meminta kepada PT MMJ ikut membantu memelihara jalan dari Desa Pangkalan Bulian menuju Desa Sako Suban Kecamatan Batanghari Leko yang merupakan daerah operasional perusahaan itu.
"Jalan menuju Sako Suban itu jalan posisi di tengah hutan lindung. Kami tidak bisa membangun jalan permanen, Kami sangat berharap perusahaan turut membantu memeliharanya supaya bisa dilewati masyarakat," kata dia.
Pada pertemuan itu, Apriyadi menyampaikan apa yang menjadi keluhan masyarakat di wilayah operasional PT MMJ diantaranya jalan yang berdebu, dan truk pengangkut batu bara yang sering parkir memotong jalan kabupaten sehingga mengganggu aktivitas masyarakat.
"Kami pemerintah menjaga kawan-kawan untuk berinvestasi, tapi disamping itu juga kami harus memperhatikan kepentingan masyarakat. Kami harap dengan adanya investasi akan memberikan dampak baik karena adanya pertumbuhan ekonomi kepada masyarakat yang ada di sekitar," ungkap dia.
Menanggapi respons dari Pemkab Muba, Direktur Utama PT MMJ, Joko Jus Sulistyoko menyampaikan, akan membantu mencari solusi terkait pembenahan dan pemeliharaan jalan yang ada di pelosok Kabupaten Muba, terutama jalan menuju Desa Sako Suban Kecamatan Batang Hari.
"Kedepannya kami siap membantu, alat berat kami ada. Untuk jalan yang berdebu kami sudah rutin melakukan penyiraman dengan air," kata dia saat itu.
Tahun 2022 berlalu, namun tetap saja keluhan-keluhan warga desa di sekitar jalan batubara yang dikelola PT MMJ seolah tak pernah berhenti. Debu-debu yang berhamburan dari jalan itu tak pernah hilang mengotori rumah dan membuat tanam tumbuh di kebun warga terganggu saat panen.
Tak cukup sampai disitu, pada Agustus dan September 2023 lalu, warga kembali marah dan meminta Pemkab Muba untuk bersikap tegas. Bahkan, warga di Desa Pangkalan Bayat sampai menghadang truk-truk besar pengangkut batubara yang melintas di desa mereka.
Kondisi itu hingga berlanjut dengan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPRD Muba, Rabu (27/9/2023) lalu. Semua unsur baik dari Pemkab Muba, pihak-pihak terkait baik dinas-dinas di Pemprov Sumsel, PT MMJ, warga, serta para pengusaha tambang.
Ketika itu, Anggota Komisi II DPRD Muba, Rabik HS, SH, MH menjelaskan, bahwaRDPU itu diadakan untuk mengundang seluruh desa terkait guna menggali informasi lebih rinci lagi.
Aksi massa warga itu awalnya dimulai oleh masyarakat Desa Pangkalan Bulian, Kecamatan Bayung Lencir, yang memprotes aktivitas penambangan batubara di wilayah mereka dengan menghadang sekitar 2000 mobil pengangkut batubara.
“Aksi warga ini juga mengangkat isu kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh penambangan batubara. Kebun jeruk yang telah rusak selama tiga tahun tidak mendapatkan ganti rugi,” jelas dia saat itu.
Kemudian, kata Rabik, kerusakan lingkungan yang disebabkan angkutan batubara itu juga mencakup pencemaran air dan debu di sekitar wilayah mereka, yang mengakibatkan matinya pohon pisang dan pohon pinang.
“Setelah berlangsung aksi masa yang cukup panjang, PT MMJ (Musi Mitra Jaya) akhirnya berjanji untuk memberikan ganti rugi kepada masyarakat, sehingga jalan yang sebelumnya ditutup bisa dibuka kembali,” kata politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Kendala lain yang dihadapi oleh Kabupaten Muba, terang dia, adalah perizinan hauling batubara dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) penambangan. Karena, nyatanya jalan tambang yang digunakan oleh PT MMJ tersebut milik PT MMJ itu sendiri.
“Pada demonstrasi ini, ada pertanyaan terkait kontribusi PT MMJ kepada Kabupaten Muba. Setahu saya tidak ada keuntungan yang diperoleh Kabupaten Muba dari perusahaan tersebut,” terang dia.
Rabik menambahkan, inti dari aksi dari ribuan massa yang merupakan warga di Kabupaten Muba itu adalah bentuk protes terhadap sengketa batas wilayah dengan Muratara dan isu lingkungan akibat penambangan batubara.
‘’Masyarakat menuntut penyelesaian yang adil dan transparan dari pemerintah dan mengingatkan perusahaan-perusahaan yang terlibat untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat setempat,” tegas dia.
Editor : Sidratul Muntaha