SEKAYU, iNewspalembang.id - Dusun II RT 04, Desa Pangkalan Bayat, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Muba, termasuk wilayah yang berdampingan dengan jalan (hauling) batubara yang dikelola PT Musi Mitra Jaya (MMJ).
Sama seperti di Desa Pulai Gading, Desa Telang dan Desa Sindang Marga, kawasan pemukiman di Desa Pangkalan Bayat tak luput dari dampak debu dari angkutan batubara di hauling tersebut. Diketahui bahwa wilayah Desa Pangkalan Bayat yang dilalui hauling batubara ini sepanjang 22 kilometer (km).
Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Pangkalan Bayat, Dicky Sophan Pribadi menceritakan, dampak dari hauling batubara yang dikelola PT MMJ itu sudah terjadi sejak tahun 2018 lalu.
Jadi, dari kurun waktu 2018 hingga 2023 ini khusus warga Desa Pangkalan Bayat yang terdampak, sama sekali belum ada kompensasi, pemberitahuan ataupun bertemu dengan perusahaan pengelola hauling batubara itu.
Karena selama tahun 2018, lalu lintas di hauling batubara itu tidak pernah berhenti alias 24 jam penuh. Atas dasar itulah, warga Pangkalan Bayat bingung harus mengadu atau melapor ke siapa.
Pihaknya, sambung Dicky, sudah melapor ke PT Bumi Persada Permai (BPP) yang memiliki izin hauling itu, namun jawabannya itu bukan tanggung jawab mereka.
Alasan lainnya, hauling batubara itu sudah mendapat izin pinjam pakai dari pemerintah pusat. Padahal, dari izin itu tentu perusahaan mendapat kompensasi dari peminjaman jalan tersebut, sedangkan masyarakat apa yang didapat selain debu dan penyakit.
“Kontribusi perusahaan untuk masyarakat dan Pemerintah Desa Pangkalan Bayat memang tidak ada. Itu yang sangat kami sesali. Karena aktivitas bisnis mereka sangat merugikan masyarakat kami terhadap dampak alamnya, terutama debu,” ujar dia.
“Selain mengganggu Kesehatan warga, juga merugikan tanaman kebun warga seperti karet dan kelapa sawit yang produktifitasnya sangat berkurang,” imbuh dia.
Dicky mengungkapkan, ada satu wilayah di Pangkalan Bayat yakni Dusun II RT04 yang banyak pemukiman dan usaha masyarakat, posisinya berada di dalam dan yang paling dekat dengan hauling batubara.
Keluhan warga Dusun II ini, kata Dicky, terkait kebun mereka yang sudah terpapar debu, karena radius debu tersebut hingga mencapai tiga kilo meter, yang kemungkinan tanpa disadari mencapai desa induk.
“Kalau mau mengeceknya silakan ke hauling batubara itu, saat mobil angkutan lewat, jarak hanya dua meter saja kita tidak tahu apa dan siapa yang lewat di depan dan belakang kita. Semua tertutup oleh debu,” ungkap dia.
Bahkan satu bulan lalu ada warga Pangkalan Bayat yang mengalami kecelakaan setelah tumburan dengan mobil angkutan batubara. Lalu tanam tumbuh yang ada di Dusun II, jangankan kemarau, saat musim hujan pun debu sangat mengganggu.
Jadi pihak Desa Pangkalan Bayat mengirim surat lewat Anggota Komisi II DPRD Muba Rabik HS, SH, MH yang memang konsen terhadap permasalahan ini.
“Makanya dua minggu lalu kami sudah menyurati pihak DPRD Muba untuk memfasilitasi kami untuk memohon agar perusahaan tersebut ditinjau kembali. Makanya ada RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum),” jelas dia.
“Secara materil, kerugian yang diderita warga ini kebun karet dan kelapa sawit mereka rusak, produktifitas mereka menurun dan banyak rusak,” timpal dia.
Sementara, Sopiah, warga RT 04 Dusun Kelobak Indah, Desa Pangkalan Bayat menuturkan, sejak ada hauling batubara ini banyak warga mengeluh, terutama karena debu jalan dan debu dari batubara itu sendiri.
‘’Anak cucu saya sangat rentan terkena penyakit akibat debu dari jalan batubara itu. Karen debunya berterbangan bisa sampai tiga kilometer. Ini anak cucu selalu batuk, demam, dan penyakit lainnya,” tutur dia.
Peremuan yang akrab disapa Mbah Iyah ini melanjutkan, kendati rumahnya agak jauh dari jalan batubara atau berjarak sekitar 150 meter, namun suara dan getaran mobil angkutan batubara itu masih terasa dari rumahnya.
Suara lalu Lalang mobil pengangkut batubara itu sangat mengganggu sekali, terutama di malam hari saat waktu istirahat. Tak hanya itu, dampak dari debu tersebut mengganggu kesehatan dan kenyamanan warga, lalu terhadap kebun-kebun warga.
“Saking jauhnya debu jalan batubara itu berterbangan, hingga kebun-kebun warga juga terdampak. Kebun karet, kebun sawit, kebun pisang hingga tanaman sayur-sayuran yang ada disini semuanya tertutup debu,” kata pemilik dua hectare kebun karet itu.
Mbah Iyah mengaku akibat dari debu jalan batubara yang dikelola PT MMJ itu membuat penghasilan karet kita berkurang. Dari sebelum ada jalan batubara itu penghasilan satu hektare kebun karet bisa sampai 25-30 kilogram per hari. Sekarang hanya hasilnya sekitar 15 - 20 kilogram sehari.
Bisa dibayangkan bagaimana penghasilan kebun karet miliknya yang bisa berkurang mencapai 50 persen akibat debu dari jalan batubara tersebut.
‘’Penghasilan itu berkurang sejak jalan batubara beroperasi atau sejak 2018 lalu. Artinya sudah 5 tahun lebih kami merasakan dampaknya itu,” kata dia.
Mbah Iyah berharap, jalan batubara yang melintas di desanya itu sebaiknya ditinjau ulang. Paling tidak harus ada penyiraman yang dilakukan secara rutin, untuk mengurangi debunya. Agar tidak terlalu berdampak bagi masyarakat dan kebun-kebun milik warga.
Terkait bantuan dari PT MMJ selaku pengelola jalan batubara tersebut, Mbah Iyah mengaku tidak ada bantuan sama sekali.
“Untuk berobat ke Puskesmas atau ke rumah sakit saja, kita tidak diberi bantuan. Apalagi kompensasi dari debu jalan batubara itu, baik untuk kesehatan warga maupun untuk tanam tumbuh atau kebun warga,” tandas dia.
Editor : Sidratul Muntaha