PALEMBANG, iNewspalembang.id - Usaha di bidang pertanian kerap kali dihadapkan pada risiko ketidakpastian yang cukup tinggi, antara lain kegagalan panen yang bisa disebabkan oleh perubahan iklim serta faktor cuaca yang ekstrem. Seperti saat ini di musim penghujan, petani mungkin saja mendapatkan kerugian akibat lahan pertaniannya yang tergenang banjir akibat curah hujan yang tinggi.
Menghadapi hal tersebut, pemerintah, dalam hal ini dimotori Kementerian Pertanian (Kementan) telah melakukan berbagai upaya guna berikan perlindungan terhadap petani yang alami risiko gagal panen tersebut. Salah satu progam yang cukup mumpuni mengatasi persoalan ini ialah asuransi pertanian. Asuransi pertanian yang merupakan bagian dari mitigasi untuk mengantisipasi dampak buruk bencana dapat menjadi penolong di saat petani mengalami kegagalan panen.
Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Selatan (Sumsel), R. Bambang Pramono, menurutnya, program asuransi pertanian yang digulirkan oleh Kementan menjadi terobosan baik bagi para petani di Sumsel, meski saat ini yang lebih masif di kalangan komoditas petani padi.
"Sekarang yang masih bisa direalisasikan di Sumsel, Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) yakni komunitas padi. Petani bisa mendapatkan perlindungan, jika terjadi kerusakan tanaman padi yang disebabkan banjir, kekeringan dan serangan dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)," katanya, Rabu (23/11).
Bambang mengatakan, saat ini petani padi bisa mendapatkan ganti rugi melalui pertanggungan asuransi yang dibayarkan oleh PT. Jasindo sebesar Rp6 juta per hektare. Dengan membayar premi Rp180 ribu per hektare. Namun petani hanya membayar 20 persennya yakni Rp36 ribu per hektare.
"Sisanya Rp144 ribu per hektare disubsidi oleh Kementerian Pertanian, untuk modal pembelian saprodi pada musim tanam berikutnya. Namun petani hanya mendapat subsidi 2 hektare saja," paparnya.
Tak hanya itu lanjut Bambang, manfaat asuransi pertanian tersebut, akan mendorong petani lebih berani dan mau berusaha untuk melakukan tanaman di musim tanam kedua dan ketiga.
"Mereka selama ini mengalami resiko gagal cukup tinggi. Mereka akan lebih terdorong untuk melakukan usaha taninya. Di Sumsel, sebagian besar lahan yang masih bergantung pada perubahan iklim," katanya.
Hingga saat ini, lanjut Bambang, program asuransi pertanian tersebut sudah tersosialisasi di 17 Kabupaten/Kota, sejak diluncurkan pada tahun 2015 lalu.
"Terutama pada Kabupaten/Kota yang mendapatkan sumber dana dari APBN (Tugas Pembantuan ), Direktorat Pembiayaaan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertani Kementan RI," tambahnya.
Kendati demikian, lanjut Bambang, meski dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel sangat gencar mensosialisasikan program ini, demi keberpihakan pada petani, Namun yang justru disayangkan dari pihak asuransi masih belum masif menyosialisasikan program asuransi pertanian tersebut.
"Asuransi diduga agak enggan masuk yang daerah yang potensinya tinggi, namun masuk ke potensi aman. Ini yang mau kita dorong. Karena kami meyakini ini program yang sangat baik," katanya.
Apalagi, lanjut Bambang, Pemprov Sumsel dan pemerintah daerah di Sumsel sangat mendukung program ini, ke depan pihaknya akan lebih masif mensosialisasikan melalui seminar dan diskusi yang akan mengundang pihak asuransi, pihak pembiayaan Kementan dan kelompok tani, agar program asuransi pertanian lebih optimal.
"Sampai sejauh ini tidak ada yang tidak dibayar. Tapi proses butuh waktu yang panjang dan lama. Petani kesulitan mengumpulkan dokumen bukti dan lainnya. Lalu, sistem aplikasi klaim yang berubah-ubah, sinyal yang sulit dan lainnya. Ini menjadi kendala, dalam seminar itu harus disosialisasikan," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, berulang kali mengingatkan para petani untuk menjaga lahannya. "Kita tidak mau lahan pertanian terganggu. Oleh sebab itu, kita mengajak petani untuk menjaga lahan. Dan salah satu yang bisa dimanfaatkan adalah mengasuransikan lahan," pungkasnya.
Editor : Andhiko Tungga Alam