get app
inews
Aa Text
Read Next : Sidang Gugatan Kabut Asap, Tak Sebut Alasan, Pihak Tergugat Tolak Kesaksian Greenpeace Indonesia

Sidang Gugatan Kabut Asap ke Tiga Perusahaan, Penggugat 11 Warga Sumsel Hadirkan Tiga Saksi Ahli

Kamis, 10 April 2025 | 16:45 WIB
header img
Tiga saksi ahli saat diambil sumpah sebelum memberikan kesaksian pada sidang gugatan kabut asap di Sumsel, di PN Klas 1A Palembang, Kamis (10/4/2025). (iNEWSpalembang.id/Mushaful Imam)

PALEMBANG, iNEWSpalembang.id - Gugatan perkara kabut asap yang diajukan 11 warga Sumsel menghadirkan tiga ahli ternama pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Klas 1A Palembang, Kamis (10/4/2025).

Dalam perkara ini, para penggugat menuntut pertanggungjawaban mutlak atas kerugian mereka akibat aktivitas para tergugat yang ditengarai memicu kabut asap berulang.

Tiga ahli bidang ilmu tanah dan lahan basah, hukum lingkungan, serta bisnis dan hak asasi manusia (HAM) tersebut hadir sebagai saksi ahli untuk memberi keterangan pelanggaran hukum dan HAM dibalik kabut asap, akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) gambut di konsesi PT Bumi Mekar Hijau (BMH), PT Bumi Andalas Permai (BAP) dan PT Sebangun Bumi Andalas (SBA) Wood Industries–tiga perusahaan kayu di bawah kontrol Asia Pulp and Paper (Grup Sinar Mas).

Tiga saksi ahli itu, Andri Gunawan Wibisana, guru besar hukum lingkungan Universitas Indonesia; Iman Prihandono, guru besar sekaligus dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga; dan Azwar Maas, ahli gambut yang juga guru besar ilmu tanah dari Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada yang hadir secara virtual.

Dalam kesaksiannya, Azwar Maas menyampaikan bahwa lahan gambut memiliki karakteristik suka air (hydrophilic), sehingga tidak mungkin menjadi kering dengan sendirinya.

"Ketika gambut kemudian dibuka untuk saluran air, maka kandungan air dalam lahan gambut akan menguap. Proses inilah yang dapat mengeringkan lahan gambut dan mengubah karakteristiknya berubah menjadi takut air (hydrophobic)," ujar dia.

Azwar melanjutkan, kondisi ini berbahaya, karena akan membuat lahan gambut mudah terbakar. 

"Jika sampai terbakar, maka kebakaran yang terjadi akan terus berlanjut, karena akan sangat sulit untuk membasahi area yang luas,” kata dia.

Berikutnya, saksi Andri Gunawan Wibisana mengungkapkan tentang pertanggungjawaban mutlak atau strict liability dalam penegakan hukum lingkungan, yang juga telah tertuang dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.

Kabut asap yang dipersoalkan lewat gugatan ini, sambung Andri, perlu dilihat dalam relasi kausalitas dengan kebakaran hutan dan lahan gambut. Ia juga menjelaskan tentang aktivitas berbahaya (dangerous activity) yang ditengarai telah dilakukan para tergugat sebagai penyebab kebakaran. 

“Dengan strict liability tergugat bisa dinyatakan bertanggung jawab apabila kebakaran hutan termasuk ke dalam risiko dari kegiatan atau usahanya. Pengeringan gambut dengan membangun kanal-kanal, seperti yang didalilkan penggugat, merupakan dangerous activity yang tidak bisa dikurangi risikonya bahkan dengan tindakan kehati-hatian, karena menimbulkan risiko dan peluang terjadinya kebakaran,” ungkap dia.

Saksi lainnya, Iman Prihandono, yang masih mendalami topik hukum internasional serta bisnis dan HAM itu menyebut tentang tanggung jawab perusahaan untuk menghormati hak asasi manusia (HAM). Hal tersebut merupakan salah satu pilar dalam prinsip-prinsip United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs). 

“Pilar kedua UNGPs mengatur bahwa perusahaan memiliki responsibility to respect atau menghormati HAM. Perusahaan semestinya tahu bahwa pembuatan kanal yang mereka lakukan akan berdampak mengeringkan gambut, memicu kebakaran, hingga memicu kabut asap yang lantas merenggut hak masyarakat atas udara serta lingkungan yang bersih dan sehat,” terang dia.

Sementara, salah satu Kuasa Hukum penggugat, Sekar Banjaran Aji mengatakan, bahwa dalam gugatan ini pihaknya menyoroti kerusakan ekosistem gambut yang punya dampak begitu besar, menimbulkan karhutla dengan dampak asap yang berbahaya, meluas dengan durasi yang lama dan bagaimana kasus kabut asap akibat karhutla.

"Ini telah menyalahi hukum lingkungan, serta merenggut hak asasi masyarakat Sumatera Selatan. Kesaksian ahli, dan para pakar hukum yang kredibel serta independen, makin menguatkan argumen kami bahwa para tergugat harus bertanggung jawab mutlak atas dampak kabut asap akibat aktivitas berbahaya mereka mengeringkan gambut hingga memicu kebakaran," kata dia.

Bersama dengan saksi ahli, sejumlah penggugat dan anggota koalisi Inisiasi Sumatera Selatan Penggugat Asap (ISSPA) juga hadir untuk mengawal jalannya persidangan kasus gugatan asap ini. Kompak mengenakan baju bertuliskan 'Belum Merdeka dari Asap', mereka kembali menunjukkan solidaritas untuk para korban asap di ruang sidang. 

Usai sidang, belasan orang dari kelompok mahasiswa dan komunitas di Sumsel membentangkan banner bertuliskan 'Belum Merdeka dari Asap' dan sejumlah poster di depan PN Palembang, sebagai bentuk dukungan untuk mengawal gugatan ini.

Dalam perkara ini, Greenpeace Indonesia menjadi penggugat intervensi dan meminta majelis hakim menghukum ketiga tergugat untuk memulihkan lahan gambut yang rusak di lahan konsesi mereka. Organisasi ini juga memohon hakim memerintahkan para tergugat untuk menjamin bahwa pengeringan gambut, kebakaran lahan, dan penyebaran kabut asap dari dalam dan sekitar areal izin mereka tak akan terjadi lagi di masa depan. 

Konsesi perusahaan kayu PT BMH, PT BAP, dan PT SBA Wood Industries berada di ekosistem Kesatuan Hidrologis Gambut Sungai Sugihan-Sungai Lumpur (KHG SSSL). Dalam kurun 2001-2020, luas area terbakar di tiga konsesi korporasi itu mencapai 473 ribu hektare, atau setara 92 persen dari total areal terbakar di KHG SSSL. Dari angka tersebut, sebanyak 46 persen di antaranya atau 217 ribu hektare terjadi dalam periode 2015-2020. 

Kebakaran berulang terjadi setidaknya di area seluas 175 ribu hektare. Alih fungsi lahan gambut menjadi kebun hutan tanaman industri (HTI) jelas berdampak mengikis keanekaragaman hayati dan cadangan karbon, yang ujungnya berdampak memperparah pemanasan global.

Editor : Sidratul Muntaha

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut