SAN FRANSSISCO, iNewspalembang.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut salah satu upaya Indonesia dalam melakukan transisi energi adalah melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung di Waduk Cirata, Jawa Barat.
Hal itu disampaikan oleh Presiden saat berbicara dihadapan mahasiswa pada kuliah umum di Stanford University, San Fransisco, Amerika Serikat, Rabu (15/11/2023).
“Ini terbesar di Asia Tenggara, pembangkit listrik tenaga surya yang kita miliki baru saja kita buka dengan kapasitas 192 megawatt,” ujar dia.
Jokowi mengatakan, hal serupa akan terus dilakukan Indonesia ke depan untuk menjaga lingkungan dan melakukan transisi energi. Seperti yang akan diterapkan di Ibu Kota Nusantara (IKN), yang akan menjadi kota pintar berbasis hutan yang nantinya disebut akan menggunakan energi hijau dari matahari dan air.
“Supaya saudara-saudara tahu, yang pertama kita bangun saat akan membangun Ibu Kota Nusantara adalah nursery center. Membangun botanical center yang berkapasitas 15 juta bibit pohon per tahunnya yang nanti akan kita tanam setiap tahunnya di Ibu Kota Nusantara dan di Pulau Kalimantan,” kata dia.
Jokowi mengungkapkan, ke depan akan menjadi satu gagasan bagus bila mahasiswa Stanford University berkesempatan mengunjungi IKN dan melihat secara langsung proses serta perkembangan pembangunan di sana.
“Mungkin di sana bisa melakukan riset secara kilat dan belajar tentang sisi keberlanjutan dalam membangun sebuah green city,” ungkap dia.
Sebelum berbicara soal transisi energi, Jokowi menjelaskan, bahwa kolaborasi dan langkah strategis menjadi hal yang sangat penting dan dibutuhkan saat menghadapi dampak perubahan iklim yang makin mengancam saat ini.
Perubahan iklim dan transisi energi, sambung Presiden, merupakan hal yang sangat mendesak di tengah dunia yang sedang tidak baik-baik saja. Indonesia sendiri telah mengambil peran dan berkomitmen untuk mengatasi hal tersebut.
“Untuk Indonesia, tidak perlu ragu dan tidak perlu dipertanyakan komitmen kami. Indonesia walks the talk, not talk the talk,” jelas dia.
Jokowi menerangkan, hingga saat ini Indonesia telah berhasil menurunkan emisi sebesar 91,5 juta ton. Lalu diikuti laju deforestasi Indonesia hingga tahun 2022 telah ditekan hingga 104.000 hektare.
“Kemudian kawasan hutan juga direhabilitasi seluas 77.000 hektare, hutan bakau direstorasi seluas 34.000 hektare hanya dalam waktu satu tahun,” terang dia.
Namun, Presiden Jokowi menilai bahwa saat ini masih terdapat tantangan besar bagi Indonesia dan juga negara berkembang lainnya untuk melakukan tansisi energi utamanya dalam transfer teknologi dan pendanaan.
“Inilah yang menjadi tantangan dan sering menyulitkan negara-negara berkembang karena itu Indonesia ingin memastikan bahwa transisi energi juga menghasilkan energi yang bisa terjangkau oleh rakyat, bisa terjangkau oleh masyarakat,” ungkap Presiden.
Lebih lanjut, Presiden menilai pendanaan iklim yang seharusnya diberikan kepada negara-negara berkembang untuk melaksanakan transisi energi tersebut seharusnya lebih bersifat membangun, tidak hanya membebani sebagai utang.
“Sampai saat ini yang namanya pendanaan iklim masih business as usual, masih seperti commercial banks. Padahal seharusnya lebih konstruktif, bukan dalam bentuk utang yang hanya akan menambah beban negara-negara miskin maupun negara-negara berkembang,” tandas dia.
Editor : Sidratul Muntaha