JAKARTA, iNewspalembang.id – Panitia Seleksi (Pansel) untuk calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk tidak meloloskan figur yang cacat etik.
Permintaan tersebut dilayangkan anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Syamsudin Haris, setelah pihaknya memutuskan bahwa Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dinyatakan melanggar kode etik.
“Kami mengimbau ya, kepada Pansel pimpinan dan Dewas KPK, supaya siapa pun yang memiliki cacat etik itu tidak diloloskan sebagai pimpinan maupun Dewas KPK,” ujar dia, Jumat (6/9/2024).
Pimpinan KPK, kata Syamsudin, tentu haruslah sosok yang berintegritas agar upaya pemberantasan korupsi berjalan sebagaimana semestinya. Karena, ini menyangkut masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sekadar informasi, bahwa Dewas KPK sebelumnya telah memutuskan, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi sedang berupa teguran dan pemotongan gaji.
Majelis sidang meyakini, Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 tentang penegakan kode etik dan kode perilaku KPK.
"Menjatuhkan sanksi sedang kepada terperiksa berupa teguran tertulis, yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya, dan agar terperiksa selaku pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan menaati dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku KPK,” kata Ketua Dewas KPK sekaligus Ketua Majelis, Tumpak Hatorangan Panggabean, Jumat (6/9/2024).
Tak hanya itu, gaji Ghufron juga dipotong sebesar 20 persen selama setengah tahun.
“Pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan di KPK sebesar 20 persen selama enam bulan,” tegas dia.
Nurul Ghufron disebut menyalahgunakan pengaruh dalam mutasi pegawai Kementerian Pertanian (Kementan), berinisial AMD, yang dimutasi dari Kantor Kementan di Jakarta ke Jawa Timur (Jatim) karena usulan Ghufron.
Editor : Sidratul Muntaha
Artikel Terkait