SEKAYU, iNewspalembang.id – Warga Dusun Berau Mati, DesaTelang Kecamatan Bayung Lencir, Muba, sudah geram dengan debu yang muncul dari jalan batubara (hauling) yang dikelola oleh PT Musi Mitra Jaya (PT MMJ) selama beberapa tahun terakhir.
Karena mereka mengalami banyak kerugian, baik dari Kesehatan, pemukiman, hingga tanam tumbuh yang rusak karena debu jalan dan debu batubara tersebut.
"Kami nih nak ngadu ke siapo. Sudah berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kami menghirup debu batubara. Angkutan mobil batubara ini melintas 24 jam, dari pagi sampai malam," ujar Dewi, warga Dusun Berau Mati, yang rumahnya persis di pinggir hauling batubara PT MMJ, Rabu (4/10/2023).
Dewi mengungkapkan, selama bertahun-tahun itu juga tidak ada kompensasi atau bantuan yang diberikan oleh perusahaan batubara atau pengelola jalan batubara ini.
Tak lupa, Dewi juga meminta minimal penyiraman rutin jalan batubara untuk mengatasi masalah debu yang meresahkan masyarakat. Dia sangat prihatin dengan kondisi masyarakat setempat yang terkena dampaknya.
“Jika kemarau hingga beberapa bulan ke depan, bisa mengancam nyawa masyarakat. Kalau kemarau terus masyarakat bisa mati," keluh dia.
Menanggapi keluhan warga tersebut, Kepala Desa (Kades)Telang, Aediy, melalui Sekdes Sukarno, mengungkapkan, masyarakat dan perkebunan warga di beberapa dusun memang terdampak akibat debu di hauling batubara ini.
"Masyarakat Desa Telang yang terdampak langsung itu ada di Dusun 3 Selaro, Dusun Berau Mati, dan Dusun Pakrin. Di RT 6 Dusun Berau Mati itu yang banyak terdampak," ungkap dia.
Sementara terpisah, Kades Sindang Marga, Yusman menjelaskan, ada sekitar 50 persen warga Desa Sindang Marga yang dilintasi hauling batubara yang dikelola PT MMJ itu.
“Banyak warga kami yang terdampak debu batubara. Khususnya warga Dusun 2 di jalan B80,” jelas dia, saat dikonfirmasi.
Yusman melanjutkan, bila panas debu jalan lari ke rumah warga dan saat hujan ban mobil angkutan itu membawa tanah ke aspal, sehingga menyebabkan banyak terjadi kecelakaan.
Memang, sambung Yusna, hauling batubara khususnya di kawasan B80 atau kawasan Perkebunan Kelapa Sawit PT Bumi Persada Permai (BPP), dampaknya bukan hanya di simpang pemukiman warga saja.
Banyak juga aktivitas warga ke kebun, baik kebun sawit atau kebun karet melintasi jalan batubara itu. Parahnya lagi jalan itu ditimbun pihak pengelola dengan debu batubara yang ambil di PLTU. Sedangkan debu batubara itu belum pernah diuji lab, apakah berbahaya bagi masyarakat atau tidak,” tegas dia.
Kemudian, tambah Yusman, izin amdal dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) juga tak pernah ditunjukkan kepada pihak desa.
“Akibatnya, jalanan yang ditambah dengan debu batubara itu membuat masyarakat kesulitan untuk melintas di jalan batubara atau hauling tersebut,” tandas dia.
Editor : Sidratul Muntaha
Artikel Terkait