JAKARTA, iNewspalembang.id – Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebut bahwa kesalahan fatal dari tim Anies Baswedan pada Pilpres 2024 karena mereka merancang strategi politik yang mustahil untuk menang.
Pendiri LSI, Denny JA menyatakan, tim dari Anies sudah salah sejak langkah pertama. Namun, tentu saja ini tidak dilakukan secara sadar. Semua yang terlibat dalam pilpres pasti ingin menang. Tapi mereka kurang memberi perhatian yang sungguh - sungguh soal apa yang bisa membuat menang dan kalah.
“Dari sudut pandang politik elektoral, keseluruhan kampanye Anies memang mampu memberikan pendidikan politik bagi warga negara (civic education). Memang strategi tersebut bisa meramaikan percakapan publik,” ujar dia.
Tapi pasti pula, Kata Denny, strategi yang dipilih Tim Anies Baswedan hanya akan membawa kekalahan dalam pilpres 2024. Denny memulai dengan Bobby Fisher, ahli catur Grand Master yang dianggap salah satu dari pemain catur terbesar sepanjang masa. Fisher sangat ahli dalam merancang strategi. Ini kutipan dari Bobby Fisher:
“Jangan melangkah sebelum yakin, itulah langkah terbaik. Jika salah langkah, itu akan membawamu pada kekalahan,” kata Denny meniru kutipan Bobby Fisher.
Kutipan itu, ungkap Denny, tidak hanya berlaku dalam permainan catur. Tetapi, kutipan itu juga sangat relevan untuk pertarungan politik praktis. Dalam catur ataupun politik praktis, memang ada banyak langkah di sana. Mulai dari langkah pertama, langkah kedua, hingga langkah ketiga.
“Tapi sebenarnya, semua langkah ini ada dalam sebuah kerangka strategi makro. Itu yang paling penting. Sebelum bertarung, kita harus merumuskan strategi makro yang akan menjadi landasan dalam memenangkan hati dan pikiran rakyat,” ungkap dia.
Langkah demi langkah, isu, dan program itu, jelas Denny, hanyalah konsekuensi dari kerangka besar strategi yang harus dirumuskan dengan benar. Strategi makro ini sangat menentukan apakah kita akan menang atau kalah dalam pemilihan presiden.
“Maka, sila pertama yang harus kita baca adalah opini publik terhadap presiden yang sedang memerintah. Apakah sang presiden (dalam konteks pilpres 2024 adalah Jokowi) masih populer atau tidak?” jelas dia.
Denny memaparkan, mengapa kondisi opini publik terhadap presiden penting? Karena, inilah cara yang paling sederhana, cara yang paling mudah, untuk mengetahui suasana hati publik saat pilpres. Perlu indikator terukur untuk membaca sentimen menyeluruh publik luas yang akan menjadi hakim tertinggi.
“Ini datanya. Tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Jokowi, approval rating Jokowi, yang dinilai dari berbagai lembaga survei (Maret-November 2023), sangat tinggi. Mengesankan tingginya nilai Jokowi, berada di angka 75 persen sampai 82 persen. Sebagai perbandingan, approval rating untuk Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Januari 2024, hanya 40 persen,” papar dia.
Fakta ini, harus menjadi dasar pertama untuk menyusun strategi makro. Bila presiden yang sedang berkuasa sangat populer, maka strategi makro yang harus disusun agar calon presiden kita terasosiasi sangat kuat dengan Presiden tersebut.
“Sebaliknya, jika presiden Jokowi tidak populer, terpuruk, atau tidak disukai oleh publik luas, strategi makro calon presiden yang akan bertarung justru harus menarik jarak sejauh mungkin dari Jokowi. Calon presiden harus menjadi anti-tesa Jokowi,” kat Denny.
Maka disusunlah strategi calon presiden dengan mengambil isu ‘Melanjutkan’ atau ‘Meneruskan’ jika Jokowi masih populer. Sebaliknya, jika presiden sekarang tidak populer, maka yang kita angkat adalah isu ‘Perubahan’ atau ‘Penyegaran’, ‘Anti-tesa’.
“Di sinilah kesalahan fatal dari tim Anies Baswedan, jika dilihat dari sisi probabilitas menang dan kalah dalam pilpres. Meski sang capres Anies Baswedan bekerja begitu keras, begitu hebat orasinya, dan programnya, tapi jika kerangka strategi makronya ditancapkan pada desain yang salah, maka ujung dari pilpres hanyalah kekalahan,” tandas Denny JA.
Ini yang terjadi pada tim Anies Baswedan. Mereka mengibarkan isu perubahan ketika presiden sekarang begitu populer. Ibarat pondasi rumah, meskipun tim Anies sangat efektif menghias interiornya, sebaik mungkin dan detail mengecat rumah, dengan aksesori yang artistik, tapi karena fondasi rumahnya ada pada tanah yang salah, yang rapuh, maka rumah itu roboh juga.
Editor : Sidratul Muntaha