PALEMBANG, iNewspalembang.id - Rancangan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menuai protes dari kalangan perguruan tinggi swasta di Indonesia.
Banyaknya keputusan yang tebang pilih dan dinilai menganak tirikan perguruan tinggi swasta, menjadi landasan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) akan menggelar demonstrasi menolak RUU Sisdiknas tersebut besok (27/9/2022).
Unjuk rasa ini setidaknya akan diikuti oleh 1.000 pimpinan perguruan tinggi swasta (PTS) di Indonesia.
"Aptisi akan menggelar aksi pada 27-29 September. Rencana lokasi titik kumpul di Istana Negara dan gedung Kemendikbudristek," kata Wakil Rektor III Bidang Perencanaan dan Kerjasama Universitas Indo Global Mandiri (IGM), Prof Erry Yulian T Adesta, Ph.D. Senin (26/9/2022).
Ia mengatakan, keputusan untuk menjalankan aksi penolakan tersebut dilatarbelakangi oleh isi RUU Sisdiknas yang dianggap telah melecehkan profesi dosen di Indonesia.
Tak hanya itu, keputusan masuknya dosen swasta dalam undang undang tenaga kerja juga dinilai salah sasaran. "Harusnya Menteri Nadiem paham mengenai hal ini," imbuhnya.
Ia menegaskan jika RUU tersebut membuat dosen PTN yang menggunakan UU Aparatur Sipil Negara dan dosen PTS menggunakan UU Ketenagakerjaan dapat dilihat sebagai pola adu domba antara dosen PTN dan dosen PTS karena UU Guru dan Dosen adalah penyatuan Guru dan Dosen sebagai profesional bukan pegawai apalagi buruh.
Dia menjelaskan, bahwa pihaknya telah membuka pintu diskusi yang seluas-luasnya dengan pihak Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Namun, tak sekalipun pemerintah berkeinginan untuk menjawab tawaran yang disampaikan oleh Aptisi.
Selain menolak RUU Sisdiknas, dalam aksi tersebut. pemerintah dapat mengkaji ulang keberadaan Lembaga Akreditasi Mandiri-Perguruan Tinggi (LAM-PT) yang dianggap menjadi lembaga yang hanya berorientasi pada bisnis, Komite ujikom yang tidak sesuai dengan UU dan kembalikan ke Perguruan Tinggi (PT), Lakukan audit kinerja penggabungan PTS yang tak kunjung selesai dan perijinan program studi yang sangat lambat. Hal ini merugikan PTS serta naikkan KIP untuk PTS kecil dan transparan dalam pembagian.
"Sekali lagi, guru dan dosen bukan pegawai apalagi buruh. Tugas mulia guru dan dosen meletakkan keduanya unik dan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang dalam hal ini Nadiem tidak dapat merasakannya apalagi untuk berempati," pungkasnya.
Editor : Sidratul Muntaha
Artikel Terkait