PALEMBANG, iNewspalembang.id – Tuduhan yang dilayangkan Tim Advokasi Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 01, Fitrianti Agustinda – Nandriani Oktarinia (Fitri-Nandri), dinilai lebih mengarah pada upaya politisasi untuk mendiskreditkan Paslon Nomor Urut 02, Ratu Dewa – Prima Salam (RDPS).
Pernyataan tersebut ditegaskan Sofhuan Yusfiansyah, SH MH, yang mewakili Tim Advokasi RDPS, membantah segala tuduhan yang dilontarkan oleh tim advokasi Fitri-Nandri pada awak media, Sabtu (30/11/2024).
Seperti diketahui, ada konferensi pers tersebut, Paslon 01 mengklaim bahwa Paslon nomor 2, RDPS, terlibat dalam sejumlah tindakan kecurangan, seperti pengerahan ASN, penyalahgunaan wewenang pejabat pemerintah, hingga dugaan praktik pemilih yang mencoblos lebih dari sekali di berbagai Tempat Pemungutan Suara (TPS). Berdasarkan temuan tersebut, mereka mendesak dilaksanakannya Pemilihan Suara Ulang (PSU).
“Tuduhan ini kami nilai sebagai manuver politik tanpa bukti yang kuat. Seluruh proses kampanye dan pelaksanaan Pilkada yang melibatkan pasangan RDPS telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ungkap dia, saat dikonfirmasi awak media, Sabtu (30/11/2024).
Sofhuan menyatakan, soal tuduhan keterlibatan ASN, pihaknya tidak pernah terlibat dalam menggunakan atau memanfaatkan ASN untuk tujuan kampanye. Apalagi, pihaknya menghormati prinsip netralitas ASN yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, serta peraturan terkait lainnya.
“Jika ada ASN yang melanggar, itu adalah hal di luar kendali kami, dan kami mendukung agar mereka diproses sesuai dengan mekanisme yang berlaku,” kata dia.
Kemudian, jelas Sofhuan, soal pengaitan tindakan individu dengan pasangan RDPS tanpa bukti yang jelas sangat tidak dapat diterima. Bila tuduhan tersebut digunakan sebagai alasan untuk meminta PSU, pihaknya menilai itu tidak memiliki dasar hukum yang sah.
Mengutip dari beberapa ketentuan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 17 Tahun 2024 mengenai Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, terang Sofhuan, bahwa pasal-pasal dalam peraturan tersebut menetapkan syarat-syarat tertentu yang dapat menyebabkan diadakannya pemungutan suara ulang, seperti bencana alam, kerusuhan, atau keadaan luar biasa yang mengganggu jalannya pemungutan suara, atau berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi.
“Pihak yang mengajukan PSU harus bisa membuktikan adanya pelanggaran substansial yang mempengaruhi hasil pemilihan, sebagaimana diatur dalam Pasal 50 dan 51 PKPU,” terang dia.
Sementara, anggota Tim Advokasi RDPS, KMS Sigit Muhaimin, SH, MH menambahkan, tuduhan tanpa bukti yang jelas ini sangat disayangkan.
“Kami siap memberikan bukti-bukti yang membuktikan bahwa tuduhan tersebut adalah fitnah belaka, dan siapa yang mendalilkan maka wajib membuktikan secara hukum,” ujar dia, seraya menandaskan, pihaknya siap memberi klarifikasi dan hadir dalam setiap panggilan resmi dari Bawaslu atau pihak berwenang lainnya untuk memberikan penjelasan lebih lanjut.
Editor : Sidratul Muntaha