get app
inews
Aa Read Next : Hadirkan Infrastruktur AI, Presiden Jokowi Sebut Microsoft Bakal Investasi Sebesar Rp27,6 Triliun

Perludem Desak Jokowi Tarik Pernyataan Soal Presiden dan Menteri boleh berpihak

Rabu, 24 Januari 2024 | 15:45 WIB
header img
Presiden Jokowi memberikan keterangan pers, usai menyaksikan penyerahan pesawat C-130J Super Hercules dari Kemhan ke TNI AU, di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/01/2024). (iNewspalembang.id/tangkap layar)

JAKARTA, iNewspalembang.id – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menarik pernyataan bahwa Presiden dan Menteri boleh berpihak.

Presiden Jokowi sendiri, pada Rabu (24/1/2024) ini, saat berbicara kepada media menyatakan, bahwa Presiden dan Menteri boleh berpihak di dalam pemilihan presiden, sepanjang tidak menggunakan fasilitas negara. Presiden juga menyatakan ini terkait dengan hak politik warga negara dan jabatan politik yang dipegang oleh masing-masing pejabat negara.

Menanggapi hal itu, Direktur Perludem, Khoirunnisa Agustyati beralasan, karena ini akan berpotensi menjadi alasan pembenar untuk pejabat negara dan seluruh aparatur negara untuk menunjukkan keberpihakan politik di dalam penyelenggaraan pemilu.

“Dan berpotensi membuat proses penyelenggaraan pemilu dipenuhi dengan kecurangan, dan menimbulkan penyelenggaraan pemilu yang tidak fair dan tidak demokratis,” ujar dia dalam pernyataan resminya, Rabu (24/1/2024).

Khoirunnisa Agustyati mengatakan, Perludem mendesak Bawaslu untuk secara tegas dan bertanggungjawab menyelesaikan dan menindak seluruh bentuk ketidaknetralan dan keberpihakan aparatur negara dan pejabat negara, yang secara terbuka menguntungkan peserta pemilu tertent.

“Dan menindak seluruh tindakan yang diduga memanfaatkan program dan tindakan pemerintah yang menguntungkan peserta pemilu tertentu,” kata dia.

Kemudian, ungkap Khoirunnisa Agustyati, pihaknya juga mendesak kepada seluruh pejabat negara, seluruh apartur negara untuk menghentikan aktifitas yang mengarah pada keberpihakan, menyalahgunakan program pemerintah yang mengarah kepada dukungan pada peserta pemilu tertentu.

Khoirunnisa Agustyati mengungkapkan, bahwa pernyataan Presiden Jokowi tersebut sangat dangkal, dan berpotensi akan menjadi pembenar bagi Presiden sendiri, Menteri, dan seluruh pejabat yang ada di bawahnya, untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakan di dalam Pemilu 2024.

“Apalagi Presiden Jokowi jelas punya konflik kepentingan langsung dengan pemenangan Pemilu 2024, sebab anak kandungnya, Gibran Rakabuming Raka adalah Calon Wakil Presiden (Cawapres) Nomor Urut 2, mendampingi Prabowo Subianto,” ungkap dia.

Agustyati menjelaskankan, padahal netralitas aparatur negara, adalah salah satu kunci mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang jujur, fair, dan demokratis. Kemudian pernyataan Presiden Jokowi dipastikan hanya merujuk pada ketentuan Pasal 281 ayat (1) UU No 7 Tahun 2017.

“Dalam konteks ini, Presiden Jokowi dan seluruh menterinya jelas adalah pejabat negara. Sehingga ada batasan bagi Presiden dan Pejabat Negara lain, termasuk menteri untuk tidak melakukan tindakan atau membuat keputusan yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, apalagi dilakuakn di dalam masa kampanye,” jelas dia.

Berikutnya, terang Khoirunnisa Agustyati, dalam konteks ini, jika ada tindakan presiden, apapun itu bentuknya, jika dilakukan tidak dalam keadaan cuti di luar tanggungan negara, tetapi menguntungkan peserta pemilu tertentu, itu jelas adalah pelanggaran pemilu.

“Termasuk juga tindakan menteri, yang melakukan tindakan tertentu, yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, itu adalah pelanggaran kampanye pemilu. Apalagi tindakan itu dilakukan tidak dalam cuti di luar tanggungan negara,” terang dia.

Khoirunnisa Agustyati memaparkan, dalam Pasal 283 ayat (1) UU No 7 Tahun 2017 juga terdapat ketentuan yang mengatur soal pejabat negara yang serta aparatur sipil negara, yang dilarang melakukan kegiatan yang mengarah kepada keperbihakan kepada peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah kampanye.

Ketentun ini jelas ingin memastikan, pejabat negara, apalagi selevel presiden dan menteri untuk tidak melakukan kegiatan yang mengarah pada keberpiakan pada peserta pemilu tertentu. Bahkan larangan itu diberikan untuk ruang lingkup waktu yang lebih luas, sebelum, selama, dan sesudah kampanye.

“Kerangka hukum di dalam UU Pemilu dapat disimpulkan ingin memastikan semua pejabat negara yang punya akses terhadap program, anggaran, dan fasilitas negara untuk tidak menyalahgunakan jabatannya dengan menguntungkan peserta pemilu tertentu,” tandas dia.

 

Editor : Sidratul Muntaha

Follow Berita iNews Palembang di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut