JAKARTA, iNews.id - Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) menilai produk makanan kucing juga perlu mendapatkan sertifikat halal.
Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati menjelaskan, sertifikasi halal makanan kucing salah satu upaya preventif umat muslim bersentuhan dengan hal-hal yang diharamkan. Secara umum, ada tiga alasan utama menyebabkan makanan kucing perlu disertifikasi halal.
Pertama, pemberian makan kucing dengan tangan kosong, sehingga makanan kucing menyentuh langsung ke kulit pemberi makan. “Disadari atau tidak, saat memberi makan kucing terkadang tangan kita menyentuh langsung makanan tersebut. Jika produk tersebut mengandung bahan yang najis, apalagi najis berat, artinya tangan kita pun terkontaminasi bahan haram tersebut,” kata Muti dilansir dari situs resmi LPPOM MUI, Rabu (19/1/2022).
Lalu yang kedua, terkait penyimpanan, banyak pakan memiliki kemasan besar yang tidak sekali habis, sehingga perlu disimpan dalam kondisi dingin. Jarang penyayang kucing memiliki kulkas terpisah, sehingga umumnya diletakkan bercampur dengan kulkas penyimpanan makanan pemilik hewan tersebut.
"Banyak pecinta binatang khawatir makanannya terkontaminasi benda haram/najis dari pakan peliharaan yang disimpan bersebelahan. Sertifikasi halal ini menjadi salah satu bukti yang digunakan produsen makanan kucing untuk menepis kekhawatiran para pembeli pakan kucing," ia menjelaskan.
Sehingga, Muti menekankan pentingnya umat muslim berhati-hati. Sikap produsen makanan kucing mengajukan sertifikasi halal tak lain merupakan upaya preventif menghindari umat muslim bersentuhan dengan hal-hal diharamkan maupun mengkonsumsi makanan yang bercampur najis.
Sementara itu, yang ketiga yakni terkait dengan titik kritis kehalalan produk. Auditor senior LPPOM MUI, Diana Mustafa menjelaskan makanan kucing memiliki sifat hampir sama dengan status bahan kosmetik, yakni penggunaan luar, bukan dikonsumsi secara langsung. Sebagian makanan kucing mengklaim produknya dihasilkan dari ikan segar pilihan. Bahkan banyak mengklaim produknya 100 persen pure organic, tanpa pengawet dan zat-zat kimia lainnya.
“Ikan segar memang termasuk dalam daftar bahan tidak kritis, atau positive list. Namun, proses pembuatan makanan kucing, ikan segar diolah sedemikian rupa dengan mencampurkan bahan-bahan tambahan, seperti vitamin, protein hewani, asam amino dan sebagainya,” Diana menerangkan.
Menurutnya, kandungan protein dan asam amino dalam makanan hewan dapat berasal dari hewan darat/udara, sehingga harus berasal dari hewan halal disembelih sesuai syariah.
"Vitamin dihasilkan dari bahan mikrobial, nabati, atau sintetis. Jika vitamin berasal dari mikrobial, media pertumbuhannya perlu diperhatikan agar terbebas dari unsur najis, ini untuk memastikan kandungannya suci (terbebas dari najis) yang dapat mengotori tangan penggunanya," jelas dia.
Untuk diketahui, LPPOM MUI mendapatkan pengajuan dari salah satu produk makanan kucing asal Malaysia, yang mendaftar agar mendapatkan sertifikasi halal. Setelah melakukan penelusuran, pengajuan dari Malaysia ini diterima. Karena LPPOM MUI menganggap produk makanan kucing memiliki titik kritis halal.
Setalah produk dari Malaysia ini berhasil mendapatkan sertifikasi halal, menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Sebagian masyarakat menganggap ini dibutuhkan khususnya bagi pecinta kucing beragama Islam. Sebagian lagi menganggap terlalu mengada-ada.
Editor : Agustian Pratama