PALEMBANG, iNewspalembang.id - Garda Prabowo Sumsel angkat bicara terkait lambannya penanganan perbaikan Jembatan P6 Sungai Lalan, Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), yang roboh akibat ditabrak tongkang pengangkut batubara pada 12 Agustus 2024 lalu.
Bukan tanpa sebab, pihak Garda Prabowo Sumsel menilai hal tersebut memunculkan pertanyaan dan dugaan negatif terhadap pejabat berwenang dalam masalah ini.
Sekretaris Garda Prabowo Sumsel, Muhd Syarif menilai, bahwa jembatan sepanjang 320 meter ini seolah dibiarkan putus, sehingga mempersulit transportasi masyarakat mengganggu jalur ekonomi, pendidikan dan serta kehidupan sosial lainya.
“Sungguh terlalu, keadaan ini telah berlangsung lebih dari satu tahun, namun belum terlihat tindakan nyata dari pemerintah untuk memaksa pemilik tongkang penabrak jembatan utk memperbaiki jembatan tersebut,” ujar dia, Sabtu (27/12/2025).
Syarif mengatakan, pihaknya melihat ada lemahnya penegakan hukum dan aturan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muba yang seolah acuh, serta kurang peduli terhadap pungsi jembatan strategis itu bagi masyarakt Kecamatan Lalan.
“Pemerintah seharusnya membawa kasus robohnya jembatan ini ke pengadilan. Dengan putusan pengadilan, maka bila tidak dipatuhi oleh pihak pemilik tongkang, negara akan menindaknya,” kata dia.
Kemudian, Syarif memperyanyakan keputusan Pemkab Muba dalam menyikapi kasus jembatan roboh ini, dengan cara menutup dan mensetop jalur distribusi kapal di Sei Lalan.
“Istilah membunuh tikus dengan membakar lumbung dan karena nila setitik rusak susu sebelanga, bukanlah solusi yang bijaksana, justru menimbulkan polemik baru yg berdampak buruk bagi perekonomian rakyat dan pengusaha lokal,” ungkap dia.
Pemkab Muba, tegas Syarif, tidak boleh takut dan tidak boleh kalah dalam melindungi rakyat. Tindak tegas perusahaan yang menabrak jembatan, setop seluruh kegiatan mereka sampai dengan selesai persoalan hukumnya.
Garda Prabowo Sumsel, sambung Syarif, juga meminta Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas 1 Palembang yang nyaris belum terdengar ‘klakson’ nya, agar bertindak selektif dalam menerbitkan Surat Persetujuan Olah Gerak (SPOG) untuk kapal laut.
“Artinya, tidak hanya melihat dokumen administrasinya saja, juga harus turun melihat kondisi kelaikan kapal tongkang dan ABK (anak buah kapal) nya,” tegas dia.
Syarif menuturkan, bahwa persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, aturan dan hukum harus tegas tidak boleh abu abu.
“Kita khawatir, dengan lambatnya penyelesaian masalah ini, akan menimbulkan gejolak sosial yang cenderung anakis dari masyarakat yang merasa tidak mendapat perhatian dan perlindungan,” tandas dia.
Editor : Sidratul Muntaha
Artikel Terkait
