Menakar Tekanan Nyata Dibalik Peluang Pengelolaan Hutan Meranti Harapan secara Kolaboratif

SIdra
Seminar dan FGD soal keberlanjutan hutan hujan dataran rendah yang tersisa lanskap Meranti-Harapan di Hotel Aston Palembang, Selasa (16/12/2025). (iNewspalembang.id/ist)

PALEMBANG, iNewsPalembang.id – Lanskap Meranti-Harapan, merupakan hutan dataran rendah yang memiliki peranan strategis menjaga stabilitas ekologis di Sumsel.

Kawasan yang menjadi rumah atau habitat utama bagi spesies kunci (keystone species) bagi Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) dan Harimau Sumatera (Phantera Tigris Sumatrae) ini, juga berfungsi sebagai koridor ekologis yang mempertahankan konektivitas kawasan hutan yang kini semakin terfragmentasi.

Dari fungsi tersebut, menempatkan Meranti Harapan sebagai komponen lanskap yang memiliki peran krusial dalam menjaga stabilitas proses ekologis serta memastikan keberlanjutan keanekaragaman hayati di tingkat kawasan.

Dalam lanskap tersebut ada kawasan PBPH Restorasi Ekosistem (RE) yang dikelola oleh PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI), yang memiliki nilai konservasi sangat tinggi.

Menurut Direktur PT REKI Adam Aziz, dengan pertimbangan tantangan pengelolaan hutan di lanskap Meranti Harapan bersifat multidimensi yang meliputi aspek ekologis, sosial, dan tata kelola, maka penyelesaiannya tidak dapat bersifat parsial ataupun sektoral.

“Kolaborasi multipihak menjadi elemen fundamental dalam mengoptimalkan peluang pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Kolaborasi ini mencakup keterlibatan pemerintah pusat dan daerah, pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), pemegang Persetujuan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), masyarakat, akademisi, serta organisasi non-pemerintah (NGO),” ujar dia, pada seminar dan Focus Group Discussion (FGD) soal keberlanjutan hutan hujan dataran rendah yang tersisa lanskap Meranti-Harapan di Hotel Aston Palembang, Selasa (16/12/2025).

Adam mengatakan, lewat proses kolaboratif ini, para pemangku kepentingan dapat menyelaraskan data, persepsi, prioritas kebijakan serta perumusan strategi dalam mengintegrasikan pengetahuan ilmiah dengan pengalaman lapangan.

“Juga dapat membangun kesepahaman bersama mengenai rencana aksi kolaboratif yang realistis dan selaras dengan tugas, fungsi, serta perspektif masing-masing pemangku kepentingan, sehingga mampu mendukung dan memperkuat upaya-upaya pengelolaan berkelanjutan yang sedang dilaksanakan oleh PBPH PT REKI di kawasan Hutan Harapan,” kata dia.

Site Manager PT REKI, Dewa Gumay melanjutkan, bahwa dari lanskap Hutan Harapan seluas 371.054 hektare (Ha), 26% areal tersebut dikelola oleh PT REKI atau seluas 98.013 Ha.

Lalu, 52% dari lanskap ini merupakan bagian dari ekoregion Jambi Musi Kuantan yang masuk dalam kategori areal critically endangered. Ini karena sejak tahun 1980 mengalami angka kehilangan hutan lebih dari 70%.

“Dalam perkembangan terkini, kawasan itu mengalami peningkatan tekanan antropogenik, akibat pembangunan jalan produksi tambang yang telah membuka aksesibilitas ke dalam kawasan,” kata dia.

Sehingga, sambung Dewa, meningkatkan peluang perambahan dan perluasan aktivitas masyarakat ke dalam kawasan hutan, yang pada akhirnya mempercepat okupasi lahan serta konversi hutan, terutama di perbatasan administratif Sumsel, dan Jambi.

“Ekspansi pemanfaatan ruang itu mengakibatkan perubahan struktur ekosistem yang berdampak langsung pada fragmentasi habitat, penurunan carrying capacity, dan terputusnya koridor jelajah satwa liar,” ungkap dia.

Deforestasi di Kawasan Hutan Harapan pada periode 2018-2025 atau selama periode 8 tahun adalah sebesar 638,7 Ha, atau rata-rata 79,8 Ha/tahun hutan hilang sebagai penyangga ketahanan ekologis khususnya di Sumsel,” imbuh dia.

Bambang Hutoyo dari KPH Meranti menuturkan, bahwa ancaman khusus disoroti dari pembangunan jalan tambang oleh PT Marga Bara Jaya (MBJ) sepanjang 34 km, yang disebut telah memfragmentasi habitat seluas 3.000 Ha.

“Dengan adanya akses jalan MBJ, kami pesimis kawasan akan aman. Di bawah peta itu sudah banyak berubah menjadi kebun sawit,” tutur dia.

“Fragmentasi ini memutus koridor satwa, menyebabkan genangan yang mematikan tumbuhan dipterocarpaceae (famili pohon besar penghasil kayu utama dari hutan hujan tropis Asia Tenggara termasuk Indonesia, dan mempermudah akses aktivitas illegal,” timpal dia.

Tak hanya itu, jelas Dewa, berdirinya warung-warung di sepanjang area kerja PT REKI yang berbatasan dengan PPKH PT MBJ dan pendirian pondok penginapan terhubungnya jalan PPKH PT MBJ dengan akses jalan pada areal PBPH lainnya (PT BPP dan PT SBB), mempermudah dan memperlancar para pelaku ilegal untuk terus melakukan kegiatan ilegal.

“Serangan balik (back fire) dari para pelaku aktivitas ilegal berupa perusakan dan pembakaran pos pengamanan (flying camp) PT REKI, sebagai respon terhadap Intensitas patroli dan kegiatan penertiban aktivitas ilegal yang dilakukan oleh PT REKI di sepanjang area yang berbatasan dengan PPKH PT MBJ,” jelas dia.

Atas dasar itu, Dewa berharap, kolaborasi multipihak yang mencakup keterlibatan pemerintah pusat dan daerah, pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), pemegang Persetujuan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), masyarakat, akademisi, serta organisasi non-pemerintah (NGO).

Sementara, Kepala Dinas Kehutanan Sumsel diwakili Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Hutan dan KSDAE, Dr Syafrul Yunardy menyampaikan, bahwa landscape Merati-Harapan memiliki luasan sekitar 52,170 hekta (ha), merupakan bagian tidak terpisahkan dari kawasan Hutan Harapan yang memiliki total luasan sekitar 98.555 ha.

Kawasan ini mencakup hutan hujan tropis dataran rendah yang membentang di Provinsi Jambi, dan Provinsi Sumsel. Secara administratif, berada di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun, Jambi serta Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumsel.

“Dari perspektif kebijakan, lanskap Meranti-Harapan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan hutan harapan sebagai inti ekologinya. berbagai kajian dan inventarisasi mencatat keberadaan 307 jenis burung, 64 mamalia, 123 ikan, 126 amfibi, 71 reptil, serta sekitar 728 jenis pohon,” kata dia.

Syafrul menerangkan, dibalik nilai ekologis yang tinggi itu, lanskap Meranti-Harapan juga menghadapi tantangan pengelolaan yang semakin kompleks. fragmantasi habitat, perambahan, deforestasi, serta meningkatnya interaksi negatif antara manusia dan satwa liar merupakan tekanan nyata yang berdampak ada keberlanjutan fungsi ekologias dan stabilitas sosial.

Berbagai kajian menunjukkan bahwa fragmentasi hutan dataran rendah secara signifikan menurunkan daya dukung habitat satwa kunci dan meningkatkan risiko konflik sosial-ekologis.

“Pengelolaan lanskap Meranti-Harapan memiliki posisi strategis mendukung agenda pengendalian perubahan iklim, termasuk kontribusi daerah terhadap target Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya (Forestry and Other Land Use) menjadi penyerap bersih (net sink) - FOLU Net Sink 2030, di mana sektor kehutanan dan penggunaan lahan diharapkan menjadi penyerap emisi,” terang dia.

 

Editor : Sidratul Muntaha

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network