PALEMBANG, iNewspalembang.id - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel menyebut, praktik illegal drilling di Kabupaten Muba, menciptakan potensi ekonomi ilegal yang besar, dengan estimasi nilai tambah bruto (NTB) dari 10.000 sumur mencapai Rp 30,44 triliun (T) per tahun.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Yuliusman mengatakan, meski menciptakan keuntungan bagi para pelaku usaha, namun aktivitas ini juga menghasilkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi negara.
"Diperkirakan, negara kehilangan potensi pajak sebesar Rp 7,02 triliun setiap tahunnya, serta terjadi kerugian lingkungan yang mencapai Rp 6,27 triliun," kata Yuliusman saat konferensi pers kerugian negara dan biaya pemulihan lingkungan hidup akibat aktivitas illegal drilling di Muba, di Hotel Swarna Dwipa Palembang, Kamis (5/9/2024).
Yuliusman menjelaskan, pengeboran minyak secara ilegal baik yang menggunakan sumur aset negara yang sebelumnya dikelola kontraktor kerja sama (KKKS), maupun pengeboran baru merupakan pelanggaran hukum.
Hal ini tercantum dalam Undang Undang (UU) Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas). Namun, sambung Yuliusman, bukan semata masalah hukum saja, persoalan pengeboran minyak ilegal ini juga perlu dikaji secara sosial ekonomi, dan sejarah terjadinya illegal drilling.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Walhi Sumsel pada Agustus - September tahun ini, menurut Yuliusman, mengungkap dampak besar dari kegiatan pengeboran minyak ilegal di wilayah Kabupaten Muba ini.
"Aktivitas yang awalnya dianggap sebagai alternatif ekonomi bagi masyarakat lokal, kini telah menciptakan mekanisme pasar yang mandiri, tetapi dengan risiko serius terhadap dampak lingkungan dan ekonomi setempat," jelas dia.
Yuliusman merinci, data yang dikumpulkan pihaknya menunjukkan, terjadi peningkatan tajam jumlah sumur pengeboran ilegal dari 5.482 sumur pada 2021, menjadi 10.000 sumur pada 2024. Terutama di wilayah Kecamatan Babat Toman, Bayung Lencir, Sungai Lilin dan Keluang, dengan penyebaran jaringan penyulingan ilegal yang mencapai 581 tungku pada 2024, dimana penyulingan terbesar berada di wilayah Kecamatan Babat Toman, yang menyumbang 51% dari total aktivitas.
Masih menurut Yuliusman, aktivitas pengeboran minyak ilegal ini juga berdampak pada kerusakan lingkungan. Salah satu lokasi yang paling terdampak adalah Sungai Dawas, yang mengalami pencemaran berat akibat tumpahan minyak dari kegiatan pengeboran.
Kerusakan di Sungai Dawas diungkap Yuliusman, diperkirakan mencapai Rp 4,87 triliun, menyumbang 77,6% dari total kerugian lingkungan. Pencemaran ini tidak hanya merusak ekosistem air, tetapi juga berdampak pada produktivitas pertanian dan perikanan, yang merupakan sumber mata pencaharian utama masyarakat lokal.
"Dengan penanganan yang tepat, Walhi Sumsel berharap aktivitas ilegal ini dapat ditangani secara baik, serta ekonomi dan lingkungan di Kabupaten Muba dapat pulih demi kesejahteraan masyarakat setempat,” tandas dia.
Editor : Sidratul Muntaha
Artikel Terkait