JAKARTA, iNewspalembang.id – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebut pengukuran Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization Storage (CCS/CCUS) mempunyai tantangan.
Menurut Kepala Divisi Produksi dan Pemeliharaan Fasilitas SKK Migas Bambang Prayoga, pihaknya bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) melakukan identifikasi tipe alat ukur yang dapat dipergunakan guna mendukung berjalannya program CCS/CCUS.
“Berdasarkan kebutuhan, alat untuk mengukur antara lain meliputi Orifice Meter, Turbine Meter, Ultrasonic Meter, dan Coriolis Meter. Pengukuran CCS/CCUS mempunyai tantangan dalam pemilihan tipe flow meter, pengukuran kualitas CO2, dan fasilitas kalibrasi,” ujar dia, Rabu (19/6/2024).
Dalam prosesnya, kata Bambang, CO2 pada program CCUS disalurkan melalui pipa atau tanker dari lokasi penangkapan CO2 ke lokasi penyimpanan CO2, dalam fase gas bertekanan tinggi atau fase cair pada temperatur kriogenik. Jenis fase CO2 tersebut akan menentukan tipe flow meter yang cocok dipergunakan.
“Dengan selesainya identifikasi tipe alat ukur yang digunakan sebagai standar pengukuran CO2, menjadi capaian positif dalam mendorong pelaksanaan program CCS/CCUS sesuai target yang telah ditetapkan,” kata dia.
Penggunaan alat pengukuran CO2 dalam fase gas sebenarnya, ungkap Bambang, bukan hal yang baru. Karena KKKS juga sudah mulai melakukannya, seperti di KKKS Pertamina EP Field Subang sudah melakukan penjualan CO2 kepada PT Aneka Gas Industri (AGI) menggunakan Alat Ukur Orifice Meter sejak tahun 2009.
“Dari pengalaman dan best practise di Pertamina EP yang mendapat pengakuan dari pengguna, yaitu PT AGI, maka menjadi referensi awal yang kemudian dibahas oleh SKK Migas dan KKKS. Selanjutnya, SKK Migas akan melanjutkan standarisasi pada alat ukur CO2 yang digunakan KKKS pada program CCS/CCUS,” ungkap dia.
Bambang menjelaskan, terhadap standarisasi alat ukur, tentu akan melibatkan instansi terkait yaitu Direktorat Meterologi. Standarisasi alat ukur tersebut akan melengkapi ketentuan yang telah diterbitkan oleh SKK Migas terkait system pendukung proses bisnis CCS/CCUS yang secara spesifik, SKK Migas telah menerbitkan PTK 070 tahun 2024 sebagai acuan KKKS mempersiapakan, mengajukan, mengeksekusi dan mengevaluasi proses bisnis CCS/CCUS.
“Selanjutnya, SKK Migas akan melakukan koordinasi dengan Direktorat Metrologi Departemen Perdagangan untuk menindak lanjutinya, agar standarisasi dapat diformalkan dan digunakan oleh para KKKS yang telah memiliki program CCS/CCUS,” jelas dia.
Sementara, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi D Suryodipuro melanjutkan, usaha CCS/CCUS akan menjadi masa depan industri hulu migas, karena potensi bisnis carbon capture di Indonesia sangat menjanjikan dan telah mendapatkan dukungan dari pemerintah.
“Satu proyek besar CCS/CCUS yang dioperasikan BP Tangguh di Papua Barat diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada November 2023 lalu. Ketentuan mengenai standarisasi alat ukur CO2 semakin mendorong berkembangnya bisnis CCS/CCUS dimasa yang akan datang,” kata dia.
Hudi menjelaskan, pemerintah dan SKK Migas terus mendorong tumbuhnya bisnis CCS/CCUS. Selain potensinya yang besar, keberadaan CCS/CCUS akan menjadi offset dari CO2 yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, sehingga dapat lebih menempatkan sumber energi minyak dan gas menjadi lebih ramah lingkungan.
“Penggunaan energi minyak dan gas yang menghasilkan emisi, diserap kembali melalui pengelolaannya pada CCS/CCUS untuk untuk mendukung target nett zero emission yang telah ditetapkan Pemerintah,” tandas dia.
Editor : Sidratul Muntaha
Artikel Terkait