Pakar Hukum dan Guru Besar Bicara Soal Kasus Adelin Lis, Disarankan Ajukan PK

Sidra
Pakar Hukum Kehutanan Dr Sadino, SH, MH dan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia Prof Suparji Ahmad, pada acara anotasi putusan Adelin Lis di Jakarta Selatan, Jumat (10/11/2023). (iNewspalembang.id/ist)

JAKARTA, iNewspalembang.id – Pakar hukum dan Guru Besar Hukum Pidana menyarankan Direktur Keuangan PT Keang Nam Developmen Indonesia (KNDI), Adelin Lis untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).

Saran tersebut diutarakan Pakar Hukum Kehutanan Dr Sadino, SH, MH dan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia Prof Suparji Ahmad, pada acara anotasi putusan Adelin Lis yang digelar di Diskaz Coffe, Jakarta Selatan, Jumat (10/11/2023).

Sadino dan Suparji Ahmad menilai, ada kekeliruan hakim di saat menghukum Adelin Lis 10 tahun penjara, karena dinyatakan terbukti melakukan korupsi dalam kasus ilegal logging atau penebangan liar. 

"Dia (Adelin Lis) dituduh melakukan ilegal logging. Sedangkan ilegal itu jelas seharusnya tidak punya izin, tapi Adelin Lis punya izin yang lengkap," ujar Sadino. 

Pada tingkat Pengadilan negeri, ungkap Sadino, Adelin Lis sudah diputus bebas. Hal itu karena yang bersangkutan hanya dinyatakan melanggar Undang-Undang Kehutanan. Dari aturan itu, Adelin hanya diberi sanksi administrasi dan biayanya juga sudah dibayarkan. 

Kemudian, sambung dia, pada tingkat Kasasi dan PK, Adelin dihukum 10 tahun penjara, karena dinyatakan terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama, namun terdakwa lainnya yakni Oscar A Sipayung selaku Direktur Utama PT KNDI, dan Washington Pane selaku Direktur Perencanaan dan Produksi PT KNDI diputus bebas.

"Padahal kapasitas Adelin Lis hanya direktur keuangan, seharusnya yang paling bertanggung jawab itu Direktur Utama," ungkap Sadino.

Sementara, Suparji Ahmad menjelaskan, putusan itu mengandung misteri dan terkesan tidak adil. Pasalnya, Adelis Lis sempat dinyatakan bebas, bukan lepas. Artinya, terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi. 

"Tapi ketika di kasasi dan PK, putusan berubah drastis. Dihukum sepuluh tahun. Jadi ada kontradiksi," jelas dia.

Atas dasar itu, Suparji mendorong, agar Adelin Lis mengajukan PK yang kedua. Berdasarkan aturan, PK boleh diajukan lebih dari satu kali selama terpidana atau ahli warisnya merasa ada kekeliruan hakim dalam mengambil keputusan yang didukung dengan novum atau bukti baru.

"Dalil paling signifikan adanya kekeliruan dan kekhilafan hakim. Karena kasusnya adalah pelanggaran administrasi, jadi yang dipakai UU Kehutanan bukan UU tindak pidana korupsi," terang dia.

Berikutnya, tutur Suparji, surat tertulis dari mantan Menteri Kehutanan MS Kaban bisa dijadikan novum. Karena dalam surat itu, perbuatan Adelis Lis masuk kategori pelanggaran administrasi berdasarkan UU Kehutanan.

"Itu bisa jadi novum untuk PK dan menjadikan peluang Adelin Lis mendapat keadilan lebih besar," tandas dia. 

Informasi sebelumnya, Kasasi yang diajukan Kejaksaan Agung (Kejagung) atas vonis bebas Adelin Lis dikabulkan MA. Adelin Lis dihukum 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi. 

Selain itu, MA juga menghukum Adelin Lis membayar uang pengganti Rp 119.802.393.040 dan 2.938.556,24 dolar Amerika. Jika dalam waktu 1 bulan uang tidak dibayar, maka Adelin dikenai hukuman 5 tahun penjara. Adelin Lis kemudian mengajukan PK, tapi ditolak.

Dengan putusan ini, maka MA membatalkan putusan Pengadilan Negeri Medan No 2240 Bid B tahun 2007 yang menjatuhkan vonis bebas pada Adelin Lis.

 

Editor : Sidratul Muntaha

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network