PALEMBANG, iNewspalembang.id – Mantan Wali Kota (Wako) Palembang, Harnojoyo mengaku heran dengan kondisi PT Sarana Pembangunan Palembang Jaya (SP2J) yang dinilainya merupakan perusahaan sukses.
Hal tersebut diutarakan Harnojoyo usai menjadi saksi pada sidang perkara dugaan korupsi pembangunan Jaringan Gas (Jargas) pada PT SP2J, di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Khusus Palembang, Senin (21/10/2024).
“Bahkan tadi dilaporkan, untuk laporan keuangannya, akumulasinya untung dari Rp2,9 sampai Rp10 milyar, tiba - tiba ada permasalahan ini,” ujar dia singkat, usai keluar dari ruang sidang, Senin (21/10/2024).
Diketahui, selain Harnojoyo, saksi lain dalam persidangan tersebut yakni mantan Sekda Kota Palembang Harobin Mustofa dan Dadang, pihak ketiga pemilik toko dalam pengadaan barang dan jasa.
Khusus saksi Harnojoyo dan saksi Harobin Mustofa, dihadirkan aksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel terkait proses atau mekanisme pengadaan barang dan jasa selaku pihak pemerintah yang menaungi PT SP2J.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Pitriadi SH MH itu, para terdakwa, mulai Ahmad Nopan Direktur Utama PT SP2J, Anthony Rais Direktur Operasional PT. SP2J, Sumirin Direktur Keuangan PT SP2J dan Rubinsi Direktur Utama PT SP2J, hadir didampingi tim penasihat hukum.
Sementara terpisah, Redho Junaidi, Kuasa Hukum dari terdakwa Direktur Keuangan PT SP2J, Sumirin mengungkapkan, sidang tadi soal pemeriksaan saksi terhadap mantan wali kota dan mantan Sekda Kota Palembang.
"Jelas disitu dibenarkan, bahwa ada Peraturan Wali Kota (Perwali) No 3 Tahun 2019, yang membenarkan bahwa swakelola itu boleh. Dengan catatan, ada peraturan direksinya dan peraturan direksi juga ada di Tahun 2019 mengenai swakelola itu,” ungkap dia.
Artinya apa, jelas Redho, landasan untuk melakukan kegiatan swakelola itu ada. Jadi ini bukan pengadaan barang untuk instansi pemerintah, tetapi pengadaan untuk BUMD.
Tadi, sambung dia, sudah diperlihatkan juga bukti mengenai hasil audit dari akuntan publik bahwa di tahun 2019 keuntungan PT SP2J khusus untuk Jargas itu senilai Rp2,9 miliar di tahun 2019. Kemudian, di tahun 2020 setelah pemasangan pipa naik signifikan berapa kali lipat sampai dengan keuntungan senilai Rp10 miliar.
“Disinilah peran serta BUMD. Artinya swakelola ini dimungkinkan berdasarkan aturan hukumnya. Karena, pertama menguntungkan perusahaan dan kedua dasar hukumnya ada,” jelas dia.
Redho menerangkan, sebelumnya Jargas ini memang sudah ada, tetapi keuntungannya sedikit. Karena pipa itu hanya sedikit kemudian penambahan pipa lagi.
“Usaha Jargas sudah ada sebelumnya, untuk lebih besar keuntungan dipasanglah pipa itu lebih jauh dan lebih banyak lagi, untuk meningkatkan keuntungan. Terbukti, benar ada keuntungannya makanya di tahun 2019 diterbitkan Perwali itu,” terang dia.
“Jadi itulah landasan berpijaknya Perwali yang ada mengatur swakelola, peraturan direksinya ada, terus pertanyaan nya keuntungan itu ada seperti itu,” imbuh dia.
Karena ini BUMD, urai Redho, tentu ada bentuk laporan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Di situ ada laporan pertanggungjawaban, laporan audit juga disampaikan disitu, bahkan ada kata - kata begitu diterima sah sudah selesai.
"Jadi pertanggungjawabannya dimana di RUPS? RUPS itu ada siapa saja, yakni ada komisaris, ada selaku kuasa dari Wali Kota Palembang yang menunjuk kepada Almarhum A. Artinya RUPS itu memang dihadiri oleh pihak-pihak yang berwenang, siapa itu, baik wali kota maupun dari komisaris nya," urai dia.
Hal yang menjadi tanda tanya saat ini, tambah dia, adalah uang Rp2,1 miliar itu benar ada kerugian atau tidak.
“Sampai dengan selesai saksi, fakta diperiksa pada hari ini tidak ada tentang cerita Rp2,1 miliar, belum ada sampai saat ini, hari ini terakhir pemeriksaan saksi fakta dari JPU dan itu tidak ada,” tandas dia.
Editor : Sidratul Muntaha