Tak Konsisten, Hakim Tegur Saksi Ahli pada Sidang Dugaan Korupsi Akuisisi Anak Perusahaan PTBA

Sidra
Saksi ahli Hukum Keuangan Publik, Dr Dian Puji Nugraha Simatupang, SH,MH, saat memberikan kesaksian pada sidang kasus dugaan korupsi akuisisi kontraktor tambang batubara di PN Klas 1A Khusus Palembang. (iNewspalembang.id/ist)

PALEMBANG, iNewspalembang.id - Dua saksi ahli kembali dihadirkan pada sidang lanjutan dugaan kasus korupsi akuisisi kontraktor tambang batu bara PT Satria Bahana Sarana (PT SBS) oleh anak perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yaitu PT Bukit Multi Investama (BMI) di Pengadilan Negeri (PN) Klas 1A Khusus Palembang, Jumat (1/3/2024) lalu.

Saksi ahli pertama dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Erwinta Marius, dan dari para terdakwa saksi ahli Hukum Keuangan Publik, Dr Dian Puji Nugraha Simatupang, SH, MH. Pada sidang kali ini, Erwinta Marius kembali melanjutkan kesaksiannya sebagai ahli, dari sidang sebelumnya.

Saksi Erwinta mengaku, ini adalah kali pertama dia melakukan audit dalam perkara terkait dengan akuisisi.

Kemudian Majelis Hakim yang diketuai 
Hakim Pitriadi SH MH bertanya, apakah saat melakukan konfirmasi dan mengambil data dari pihak yang diaudit, untuk memenuhi asas asersi yang diwajibkan dalam ketentuan audit investigasi.

“Saya hanya mendapatkan data dari penyidik dan itu berdasarkan ‘keyakinan’ saya saja,” jawab saksi Erwinta.

Majelis Hakim juga sempat menegur saksi Erwinta, lantara kerap tidak konsisten saat memberikan keterangan dari jawabannya. Salah satunya, ketika saksi Erwinta mengungkapkan, apabila perusahaan yang berekuitas negatif merupakan perusahaan BUMN juga, maka hal itu bukan merupakan kerugian negara. Sedangkan, bila perusahaan yang diakusisi itu adalah perusahaan swasta, maka dia berasumsi itu adalah kerugian negara.

Sementara, saksi ahli Dian Puji Nugraha Simatupang dalam kesaksiannya menjelaskan, bahwa anak perusahaan BUMN harus tunduk kepada Undang-Undang No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) karena bentuknya Perseroan Terbatas.

"Ya mudah dijelaskan, jika tidak ada kata persero di belakang nama perusahaan, berarti bukan perusahaan negara," jelas dia.

Diah melanjutkan, ada perbedaan penafsiran terhadap peraturan-peraturan yang terkait dengan BUMN dan anak perusahaannya. Makanya yang harus diperhatikan adalah Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA),  No 10 tahun 2020.

“Sepanjang anak perusahaan BUMN tidak menerima fasilitas negara dalam bentuk penugasan dari negara, maka kerugian perusahaan tersebut bukan merupakan kerugian negara,” terang dia.

Diah menuturkan, bahwa uang negara terhadap BUMN sudah dipisahkan dalam bentuk saham. Dimana, teori aliran sudah tidak relevan terhadap BUMN. 

“Contohnya, saya itu PNS, gaji saya dari APBN, namun ketika gaji saya dicuri orang apa saya kemudian melapor KPK?,” tutur dia.

Dian menambahkan, penyimpangan dari anak perusahaan BUMN yang merupakan perseroan terbatas, maka anak perusahaan BUMN itu dapat menyelesaikan perkara penyimpangan tersebut berdasarkan aturan yang berlaku, yakni Pasal 138 UU Perseroan Terbatas dan bukan melalui mekanisme UU Tipikor.

Usai sidang, Penasihat Hukum dari pemilik lama PT SBS Tjahyono, Ainuddin mengatakan, pernyataan dari saksi ahli Erwinta sangat menyesatkan dan mengada-ada. Sebagai mantan narapidana tindak pidana korupsi (tipikor), pernyataan Erwinta disebut sebagai asumsi belaka dan tidak didukung ketentuan hukum yang berlaku.

“Bagaimana mungkin ahli memberi pendapat hanya berdasarkan keyakinan; dalam melakukan pemeriksaan kerugian negara. Menggunakan ‘standar ganda’ dalam memberi pendapat, mengenai penyertaan modal pada perusahaan dengan ekuitas negatif bisa merugikan keuangan negara dan bisa juga tidak,” kata dia.

Ainuddin menegaskan disisi lain dia merasa sangat puas dengan keterangan saksi ahli Dian Puji Nugraha Simatupang, yang sangat jelas.

“Saat ini saya masih bingung, mengapa klien saya dijadikan terdakwa oleh JPU. Tadi juga sudah jelas, kalau klien saya adalah pihak swasta murni. Coba baca lagi SEMA 10 tahun 2020,” tandas dia.

Kasus dugaan korupsi ini menjerat lima terdakwa, yakni Direktur Utama PTBA periode 2011-2016 Milawarma, mantan Direktur Pengembangan Usaha PTBA Anung Dri Prasetya dan Ketua Tim Akuisisi Penambangan PTBA Syaiful Islam.

Lalu, Analis Bisnis Madya PTBA periode 2012-2016 yang merupakan Wakil Ketua Tim Akuisisi Jasa Pertambangan Nurtimah Tobing dan pemilik lama PT SBS Tjahyono Imawan, yang diduga merugikan negara (BUMN) sebesar Rp162 miliar dalam akusisi tersebut.

Editor : Sidratul Muntaha

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network