Respons Keluhan Warga, DPRD Muba Gelar RDPU Soal Tapal Batas dan Dampak Penambangan Batubara

Sidra
Anggota Komisi II DPRD Muba, Rabik HS, SH, MH, saat berada di patok batas utama 05 antara Kabupaten Muba dan Muratara, yang ditetapkan pemerintah pusat, beberapa waktu lalu. (iNewspalembang.id/tangkap layar)

SEKAYU, iNewspalembang.id - Desakan warga yang menginginkan penyelesaian sengketa batas antara Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dan Musi Rawas Utara (Muratara), berlanjut hingga dilakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPRD Muba, Rabu (27/9/2023) lalu.

Selain soal tapal batas, warga juga mengeluhkan kerusakan lingkungan akibat penambangan batubara yang diduga dilakukan PT Gorby Putra Utama (GPU).

Ribuan warga dari sejumlah desa yang terlibat dalam protes, menuntut tindakan segera dari pemerintah terkait perubahan Permendagri yang dianggap tidak sesuai dengan kesepakatan antara kedua kabupaten bersebelahan.

Terhadap hal itu, Anggota Komisi II DPRD Muba, Rabik HS, SH, MH menyampaikan, persoalan tersebut berawal ketika dikeluarkannya Permendagri 76 Tahun 2012 yang mengubah batas wilayah antara Kabupaten Muba dan Muratara. 

Sesuai kesepakatan sebelumnya, sambung dia, wilayah Muba dan Musi Rawas (Mura) yang sudah dimekarkan menjadi Kabupaten Muratara. Hanya saja, perubahan tersebut tak sesuai dengan kesepakatan awal. Desa Sako Suban, yang semula termasuk dalam wilayah Muba, menjadi bagian dari Muratara sesuai dengan perubahan tersebut.

Turunan UU No 16 Tahun 2013 itu awalnya Permendagri No 50 Tahun 2014. Permendagri ini sesuai dengan ketentuan tata cara penyusunan tata batas berdasarkan Permendagri 76 Tahun 2012.

Namun ketika keluar lagi Permendagri 76 Tahun 2014 yang merevisi permendagri 50 Tahun 2014, ternyata tidak sesuai dengan tata cara penetapan tata batas yang diatur dalam Permendagri 76 Tahun 2012.

Karena permendagri itu mengambil wilayah Muba, yang sebelumnya Permendagri 50 Tahun 2014, yang berdasarkan kesepakatan para pihak yakni Muba, Mura, Jambi dan Bengkulu, dimana menyatakan bahwa tata batas wilayah pemekaran disetujui hanya wilayah Musi Rawas, dan pada patok-patok batas yang disepakati. Lalu patok-patok itu dituangkan dalam Permendagri 50 tahun 2014 dan ini semua pihak sepakat.

Pada UU No 16 Tahun 2013 tentang Daerah Otonomi Baru (DOB) hanya memekarkan wilayah Kabupaten Musi Rawas (Mura) yang menjadi Kabupaten Muratara. 

"Pada tahun yang sama, keluar Permendagri 76 tahun 2014, yang merevisi Permendagri 50 tahun 2014. Ini tanpa kesepakatan para pihak, dan khususnya Muba tidak pernah tanda tangan persetujuan Permendagri 76 tahun 2014,  yang isinya merubah patok batas dan mengambil wilayah Kabupaten Muba" ujar dia.

‘’Masalah itu makin rumit ketika dikeluarkannya Permendagri 50 Tahun 2014 yang memasang patok batas alam sungai sebagai batas utama antara dusun-dusun dan desa-desa di wilayah tersebut. Patok batas ini menjadi sumber pertikaian antara dua kabupaten itu, khususnya di Dusun 3 Desa Sako Suban,” imbuh dia.

Rabik mengungkapkan, untuk mencari solusi sengketa batas dan isu lingkungan itu, RDPU diadakan untuk mengundang seluruh desa terkait guna menggali informasi lebih rinci lagi. 
Satu isu yang muncul yakni perbaikan terhadap penambangan batubara oleh PT GPU, yang dituduh merampok wilayah Muba dan melintasi kabupaten ini. 

Aksi massa warga itu awalnya dimulai oleh masyarakat Desa Pangkalan Bulian, Kecamatan Bayung Lencir, yang memprotes aktivitas penambangan batubara di wilayah mereka dengan menghadang sekitar 2000 mobil pengangkut batubara.

‘’Aksi warga ini juga mengangkat isu kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh penambangan batubara. Kebun jeruk yang telah rusak selama tiga tahun tidak mendapatkan ganti rugi,” ungkap Rabik kepada wartawan beberapa hari yang lalu. 

Kemudian, jelas Rabik, kerusakan lingkungan yang disebabkan angkutan batubara itu juga mencakup pencemaran air dan debu di sekitar wilayah mereka, yang mengakibatkan matinya pohon pisang dan pohon pinang.

‘’Setelah berlangsung aksi masa yang cukup panjang, PT MMJ (Musi Mitra Jaya) akhirnya berjanji untuk memberikan ganti rugi kepada masyarakat, sehingga jalan yang sebelumnya ditutup bisa dibuka kembali,” jelas politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Kendala lain yang dihadapi oleh Kabupaten Muba, terang dia, adalah perizinan hauling batubara dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) penambangan. Karena, nyatanya jalan tambang yang digunakan oleh PT MMJ tersebut milik PT MMJ itu sendiri. 

‘’Pada demonstrasi ini, ada pertanyaan terkait kontribusi PT MMJ kepada Kabupaten Muba. Setahu saya tidak ada keuntungan yang diperoleh Kabupaten Muba dari perusahaan tersebut,” terang dia.

Rabik menambahkan, inti dari aksi dari ribuan massa yang merupakan warga di Kabupaten Muba itu adalah bentuk protes terhadap sengketa batas wilayah dengan Muratara dan isu lingkungan akibat penambangan batubara. 

‘’Masyarakat menuntut penyelesaian yang adil dan transparan dari pemerintah dan mengingatkan perusahaan-perusahaan yang terlibat untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat setempat,” tegas dia.

Sementara, sebelumnya Tim Kuasa Hukum PT GPU, Sofhuan Yusfiansyah SH, mengatakan, PT GPU telah memiliki izin usaha pertambangan operasi (IUP-OP) Berdasarkan SK Bupati Musi Rawas No. 002/KPTS/Distamben/2009 tanggal 1 Juni 2009, dan bersertifikat Clear and Clean No. 38/Bb/03/2012 Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.

Kemudian, telah ada persetujuan dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Eenergi dan Sumber Daya Mineral dan Batubara Republik Indonesia Terkait RKAB IUP OP Tahun 2023. PT Gorby Putra Utama dengan Nomor Surat: T-1856.RKAB/MB.05/DJB.B/2022. Untuk selanjutnya PT GPU melakukan operasional pertambangan atau aktifitas lainnya. berlokasi di Kecamatan Rawas Ilir, Musi Rawas Utara Propinsi Sumatera Selatan.

“Artinya, aktifitas pertambangan klien kami memiliki perizinan yang konstitusional, berada di lokasi yang sah dan benar, yakni di Kabupaten Muratara,” kata dia.

Berikutnya, tutur dia, dengan terbit Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor : 1/Pbt/KEM-ATR/BPN/VI/2023 tentang PEMBATALAN Surat Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor : 83/HGU/KEM-ATR/BPN/XI/2021 tanggal 4 November 2021 dan Sertifikat Hak Guna Usaha Nomor : 0016/MUBA Atas Nama PT SKB berkedudukan di Palembang seluas 3.859,70 Ha di Kabupaten Muba, karena cacat administrasi dan telah dicabut BPN untuk selanjutnya status tanah dikembalikan ke Negara. 

"Dengan batalnya sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) itu maka lokasi areal yang telah dibebaskan dan telah diganti rugi oleh PT GPU telah mutlak menjadi hak PT GPU, untuk dipergunakan sesuai peruntukannya berdasarkan ketentuan perundang-undangan sektor pertambangan yaitu melakukan kegiatan pertambangan," tandas dia.

Editor : Sidratul Muntaha

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network