PALEMBANG, iNewspalembang.id - Dewan Kesenian Sumatera Selatan (DKSS) menyoroti pembuatan patung Soekarno di Sport Centre Kabupaten Banyuasin yang dinilai sama sekali tidak menyerupai, hingga viral di media sosial.
Menurut Ketua DKSS, MS Iqbal Rudianto, ST, awalnya mendapatkan masukan dari para teman-teman seniman terkait viralnya patung Bung Karno Presiden Republik Indonesia di Kabupaten Banyuasin, karena tidak mirip dan hingga perbaikan juga ternyata tidak mirip.
Kemudian, sambung dia, Pemkab Banyuasin menyikapi kritik dan kekecewaan masyarakat terhadap hasil karya dari patung tersebut dan diperbaiki. Akhirnya terjadi, viral lagi dan kembali menjadi polemik.
“Ini yang menjadi poin utama kita berkumpul. DKSS menanggapinya karena sudah sangat krusial untuk dibahas. Kalau tidak dibicarakan, ini menjadi polemik yang berkepanjangan dan menjadi kekecewaan kita bersama. Membuat malu, membuat kecewa, seolah-olah ini dibiarkan dan tidak ada jalan keluar dan akhir yang memuaskan,” ujar dia, saat berbicara pada acara ‘Perupa Sumsel Speak Up Prespektif Rupa Patung Soekarno Banyuasin’, di Gunz Café, Palembang, Senin (22/1/2024).
Pria yang akrab disapa Didit itu mengatakan, apa yang terjadi ini bukanlah pertama, untuk kasus bagaimana pemerintah dan stakeholder menyikapi sebuah karya seni, seniman dan hubungan dan lembaga seni.
“Kami dari DKSS merasa kecewa. Dari awal proses ide dan pembuatan, kami dengan berat hati mengatakan, Pemkab Banyuasin tidak pernah melibatkan lembaga seni dan tidak juga melibatkan teman-teman seniman perupa yang berhubungan pekerjaan tersebut,” tegas dia.
“Karena, ungkap Didit, memang sudah menjadi tugas dan fungsi DKSS, ikut membantu mitra strategis pemerintah dan kepala daerah dalam memajukan kesenian di daerah masing-masing.
“Dengan kejadian ini, kami kecewa, yang paling menyedihkan, ini viral skala nasional dan negara. Hasil karya itu seharusnya mampu dilaksanakan dengan baik, mulai dari proses perencanaan dan persiapan, diskusi, tahapannya bisa dilaksanakan dengan sebaiknya,” ungkap dia.
Ikatan Alumni Sekolah Seni Rupa SMKN 7 Palembang dan Seniman Lukis, Wawan menuturkan, masalah ini sudah melebar ke Sumsel. Saat viral yang pertama, teman-teman di Asosiasi Pematung Indonesia (API) Yogyakarta mempertanyakan keberadaan patung Bung Karno di Sport Center Banyuasin, mengapa sampai seperti itu dan kebobolan.
“Menurutku ini seperti keledai, yang sudah jalan, maju dan kembali kejeblos. Ini bentuk ketidakmampuan mereka dalam bidang seni patung sendiri. Saat konfirmasi dan ke lokasi, proses pengerjaan tidak sesuai dengan proses pengerjaan patung. Karena berukuran 6 meter, wajib ada desain gambar teknik dan maket, untuk acuan buat patung yang besar,” tutur dia.
“Patung yang diwujudkan teknik plastering, mungkin dianggap mereka di semen dan dibentuk jadi. Padahal dikerjakan di bawah, baru dibawa ke atas. Karena tidak terjangkau mengukur 6 meter. Itu tidak terjadi,” imbuh dia
Wawan menyatakan, bahwa terkait karya patung Soekarno di Banyuasin itu membuat insan seniman Sumsel tersinggung. Berbeda bila hasilnya bagus, tentu tidak tersinggung.
“Tapi gini kita tersinggung. Kita mendorong ini dengan tujuan positif. Ini sudah jadi sejarah buruk dunia seni patung di Sumsel. Dua kali hancur. Kita tidak tahu motifnya apa,” tegas dia.
Sementara, Akademisi dan Seniman Sumsel Erwan Suryanegara menerangkan, bahwa berkaca dari patung Soekarno ini, bisa dijabarkan kalau besar itu disebut monument, atau monumental yang cukup lama dilihat masyarakat.
“Wajar masyarakat awam melihat mirip tidak mirip. Kita miris bangunan dibangun pemda. Bangunan asal-asalan yang dibangun sembarangan,” kata dia.
Erwan meneruskan, bahwa hampir di Sumsel setiap kabupaten dan kota seperti itu. Banyuasin, Sekayu, Kayuagung, Martapura, Baturaja, Linggau, kita akan melihat karya-karya yang menyayat hati.
“Persoalannya tidak paham tapi memaksakan diri. Jangankan punya pengetahuan, pemahamannya saja tidak tahu. Padahal monumen adlaah seni rupa patung, kita adalah pemilik monumen keberagaman seni rupa yakni megalitikum. Namun tidak ada monumen megalitikum di Lahat dan Pagaralam.
“Sekarang kenapa buat seperti ini. Sangat miris. Persoalan SDM, makanya dari jauh hari selalu menggaungkan Sumsel yang berbudaya tinggi, butuh SDM, agar SDM bisa dieksplor buat masyarakat. Di Banyuasin memalukan. Viral menjadi wajar karena sekarang dunia digital. Dinas terkait yang ditunjuk, tidak punya pengetahuan dan pemahaman,” kata dia.
“Seharusnya berapapun biaya monument itu harus ada, untuk masyarakat, kalau tidak ada, potensi korupsi tadi. Monumen Bung karno di banyuasin, seperti keledai, jatuh ke jurang yang sama,” ujar dia lagi.
Erwan menilai, bahwa patung Bung Karno di Banyuasin itu harus dibongkar dan tidak mungkin diperbaiki. Sebaiknya ke depan Pemkab Banyuasin harus merencanakan ulang, dan mencari supervisor dan seniman yang punya kemampuan teknis agar anggaran yang disiapkan tidak mubazir.
“Bisa kita selidiki kalau tidak ada korupsi, karena itu korupsi salah satu penyakit yang harus dilawan bersama. Kita seniman, kelasnya filsuf dan aneh saja jika mengaku seniman tapi ikut korupsi. Hubungi kawan-kawan perupa. Ubah ulang patungnya,” tandas dia.
Editor : Sidratul Muntaha