JAKARTA, iNewspalembang.id – Pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (18/04/2024), menghasilkan sejumlah kesepakatan penting.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyampaikan, sejumlah kesepakatan penting itu, termasuk rencana pembangunan fasilitas solar panel di Ibu Kota Nusantara (IKN), yang akan dikerjakan bersama dengan Persatuan Emirat Arab.
“Kami sedang menyusun detail rencana pembangunan ini. Inisiatif ini akan difasilitasi oleh Tony Blair dan merupakan bagian dari kerja sama lebih luas di bidang energi baru terbarukan dan logistik,” ujar dia usai mendampingi Presiden Jokowi, bersama Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas.
Bahlil mengatakan, bahwa dalam pertemuan itu membahas serangkaian inisiatif strategis untuk memajukan sektor energi terbarukan dan transformasi digital di Indonesia.
Kemudian, kata Bahlil, pembahasan juga mencakup rencana pemanfaatan carbon storage di Indonesia, yang diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan negara baru.
“Kami berbicara tentang bagaimana carbon storage yang sudah kita putuskan kemarin bahwa 70 persen dalam negeri, 30 persen luar negeri,” kata Bahlil.
Sementara, Menteri PANRB Abdullah Azwar Annas menjelaskan, dari sisi transformasi digital, Indonesia berupaya mempercepat transformasi digital di sektor birokrasi.
Jadi, nanti pihaknya bekerja sama dengan Tony Blair Institute serta melakukan studi ke negara-negara yang telah maju dalam transformasi digital seperti Inggris dan Estonia.
“Begitu kami diminta Bapak Presiden mengoordinasi transformasi digital, Tony Blair ke kantor Kemenpan RB, beliau meyakinkan tidak ada cara yang lebih cepat untuk melipatgandakan pencapaian negara dan birokrasi yang efisien kecuali program digitalisasi,” jelas dia.
Azwar Annas menerangkan, Presiden Jokowi juga telah memberi arahan khusus untuk mengintegrasikan layanan digital melalui portal nasional. Agar dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses berbagai layanan pemerintah.
“Sekarang begitu banyak aplikasi, ada 27 ribu aplikasi dan setiap inovasi selama ini membuat aplikasi. Jadi yang terjadi bukan memudahkan rakyat untuk mendapatkan layanan tapi mempersulit rakyat,” tandas dia.
Editor : Sidratul Muntaha
Artikel Terkait