JAKARTA, iNews.id – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menetapkan kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) mulai 1 Januari 2022 dengan kenaikan rata-rata 12 persen. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam upaya peningkatan produktivitas nasional.
“Bapak Presiden telah menyetujui dan sesudah dilakukan rapat koordinasi di bawah Bapak Menko Perekonomian, kenaikan cukai rata-rata rokok adalah 12 persen," kata Menkeu Sri Mulyani Indrawati dilansir dari situs Kemenkeu, Selasa (14/12/2021).
Untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT), Presiden meminta kenaikan 5 persen, jadi kita menetapkan 4,5 persen maksimum. Ia mengatakan, rokok menjadi pengeluaran kedua tertinggi masyarakat miskin di perkotaan dan perdesaan setelah konsumsi beras.
Dilihat dari total pengeluaran, konsumsi rokok mencapai 11,9 persen di perkotaan dan 11,24 persen di pedesaan. Angka tersebut lebih rendah dari konsumsi beras, bahkan lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk protein, seperti daging, telur, tempe, serta ikan.
"Rokok menjadikan masyarakat miskin, harga sebungkus memang dibuat semakin tidak terjangkau bagi masyarakat miskin," Menkeu Sri menegaskan dalam Press Statement Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2022, secara daring.
Jika dilihat dari sisi kesehatan, rokok memicu risiko stunting pada anak dan bisa memperparah dampak kesehatan akibat Covid-19, atau 14 kali berisiko terkena Covid-19 dibandingkan dengan bukan perokok. "Kenaikan ini bukan hanya mempertimbangkan isu kesehatan saja, namun juga memperhatikan perlindungan buruh, petani, dan industri rokok," katanya.
Di samping menimbulkan kerugian jangka panjang bagi perekonomian, rokok juga berdampak langsung pada kenaikan biaya kesehatan. "Ini membebani karena sebagian pasien Covid-19 ditanggung negara,” kata Menkeu.
Menkeu menegaskan, pengenaan cukai untuk pengendalian konsumsi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Cukai. Kebijakan cukai juga mempertimbangkan dampak terhadap petani tembakau, pekerja, serta industri hasil tembakau secara keseluruhan.
Kebijakan CHT juga bertujuan mengendalikan tingkat konsumsi rokok di masyarakat, khususnya di kalangan anak-anak dan remaja. Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Pemerintah menargetkan prevalensi merokok anak Indonesia usia 10-18 tahun turun minimal menjadi 8,7 persen di tahun 2024.
"Kita mencoba menurunkan kembali prevalensi berdasarkan RPJMN untuk mencapai 8,7 turun dari 9,1 persen dari 2018," ujar Menkeu.
Kenaikan tarif CHT turut mendukung program pembangunan nasional melalui penerimaan negara yang diundangkan dalam UU APBN 2022 sebesar Rp193 triliun. Kebijakan CHT juga penting sebagai mitigasi atas dampak kebijakan yang berpotensi mendorong rokok ilegal. “Semakin tinggi harga, semakin besar potensi terjadinya produksi rokok ilegal,” ujar Menkeu.
Editor : Agustian Pratama
Artikel Terkait