Alex Noerdin Kembali Terseret Kasus Dugaan Korupsi, Jadi Tersangka Pemanfaatan Pasar Cinde

PALEMBANG, iNewspalembang.id – Gubernur Sumsel periode 2008-2018, Alex Noerdin (AN), kembali menjadi tersangka terkait kasus dugaan korupsi korupsi kerjasama mitra bangun guna serah antara Pemprov Sumsel dengan PT Magna Beatum.
Selain menyeret Alex Noerdin, pada kasus tentang pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah di Jalan Sudirman kawasan Pasar Cinde Palembang Tahun 2016-2018 itu, Kejaksaan Tinggi (kejati) Sumsel juga menetapkan tersangka lainnya yakni, Kepala Cabang PT Magna Beatum, Raimar Yousmaidi (RY); Ketua Panitia Pengadaan Badan Usaha Mitra Kerja Sama Bangun Guna Serah, Eddy Hermanto (EH); dan Direktur PT Magna Beatum, AT.
Aspidsus Kejati Sumsel, Umar Yadi SH, MH menyampaikan, bahwa Tim Penyidik Kejati Sumsel menetapkan empat tersangka tersebut setelah mengumpulkan alat bukti yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
“Bahwa sebelumnya RY, AN, EH dan AT telah diperiksa sebagai saksi. Berdasarkan hasil pemeriksaan disimpulkan telah cukup bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam dugaan perkara dimaksud, sehingga tim penyidik hari ini meningkatkan status dari semula saksi menjadi tersangka,” ujar dia saat memberikan keterangan pers di kantor Kejati Sumsel, Rabu (2/7/2025).
Umar Yadi mengatakan, untuk tersangka RY selanjutnya dilakukan tindakan penahanan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas 1 Palembang dari tanggal 02 Juli 2025 sampai dengan 21 Juli 2025.
“Sedangkan tersangka AN dan EH merupakan terpidana dalam perkara lain, serta tersangka AT tidak hadir memenuhi panggilan, dan telah dilakukan pencekalan karena tersangka AT berada di Luar Negeri,” kata dia, seraya menambahkan hingga saat ini tim penyidik sudah melakukan pemeriksaan 74 saksi.
Sementara, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, SH, MH mengungkapkan, terkait modus operandinya, semua bermula adanya rencana pemanfaatan aset milik Pemprov Sumsel untuk pembangunan fasilitas pendukung Asian Games 2018. Kemudian, disetujui Pasar Cinde berpotensi dilakukan pengembangan dengan mekanisme Bagun Guna Serah (BGS).
“Bahwa dalam pelaksanaan proses pengadaan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya dan Mitra Bangun Guna Serah (BGS) tidak memenuhi kualifikasi panitia pengadaan,” ungkap dia.
Kemudian, jelas Vanny, dilakukan penandatanganan kontrak yang mana kontrak tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Dari kontrak itu, mengakibatkan hilangnya bangunan cagar budaya pasar cinde. Serta terdapat juga aliran dana dari mitra kerjasama ke pejabat terkait pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),” jelas dia.
Berikutnya, terang Vanny, ditemukan fakta dari bukti elektronik (chatting handphone), soal adanya usaha untuk menghalang-halangi proses Penyidikan yaitu ada yang bersedia pasang badan dengan kompensasi sejumlah uang senilai kurang lebih Rp17 milyar serta ada upaya mencarikan pemeran pengganti untuk menjadi Tersangka.
“Tidak menutup kemungkinan para tersangka dikenakan Pasal Penghalangan Penyidikan (Obstruction of Justice),” terang dia.
“Tim Penyidik Kejati Sumsel tentu akan terus mendalami alat bukti terkait keterlibatan pihak lain yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya, serta akan segera melakukan tindakan hukum lain yang diperlukan sehubungan dengan penyidikan dimaksud,” tandas dia.
Perbuatan para tersangka tersebut melanggar, Primair: Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana;
Subsidair, Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Atau, kedua: Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
Editor : Sidratul Muntaha