PALEMBANG, iNewspalembang.id – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua saksi pada sidang perkara dugaan korupsi proses akusisi saham PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh PT Bukit Asam Persero Tbk (PTBA) melalui anak perusahaan PT Bukti Multi Investama (BMI), di Pengadilan Negeri (PN) Palembang Klas 1A Khusus, Jumat (26/1/2024).
Kasus yang menjerat lima terdakwa dan diperkirakan merugikan keuangan negara sebesar Rp162 miliar itu, JPU menghadirkan dua saksi konsultan akuisisi yakni, Direktur Investment PT Bahana Securities, RE Rudy Widjanarka dan Managing Partner Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) Ruky, Safrudin & Rekan, Rudi Muhamad Safrudin.
Dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Pitriadi SH MH, saksi Rudy Widjanarka menyampaikan, terkait perbedaan antara akuisisi dan investasi, bahwa PT SBS sangat layak diakuisi dalam rangka investasi PTBA.
“Tidak semua investasi itu akuisisi. Tapi akuisisi itu pasti investasi,” ujar dia, kepada Majelis Hakim.
Lalu, Pengacara pemilik lama PT SBS, Ainuudin mengatakan, kliennya tidak terlibat terkait dengan proses persetujuan atau kajian yang dilakukan baik oleh PTBA maupun BMI, karena klien mereka hanya merupakan pihak pemberi alih yang beritikad baik, atau sederhananya merupakan penjual yang bertikad baik.
“Kami percaya bahwa baik dari pihak PTBA maupun BMI sudah melakukan dan memenuhi prosedur yang dipersyaratkan dalam sebuah akuisisi cucu perusahaan plat merah itu,” kata dia.
Ainnudin mengungkapkan, heran terkait perhitungan kerugian negara dari ekuitas negatif pada saat diakusisi yang sifatnya baru potensi. Padahal, senyatanya dari keterangan beberapa saksi, justru baik PTBA maupun BMI saat ini diuntungkan dengan adanya akuisisi ini.
“Bahkan per tahun 2023 PT SBS sudah mencatat untung ratusan milyar dengan ekuitas yang sudah positif sebesar Rp60 milyar,” ungkap dia.
Ainnudin menjelaskan, tuduhan mengenai kerugian negara yang sifatnya potensi ini, jelas bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghilangkan kata ‘dapat’ pada ketentuan pasal dalam UU Tipikor.
“Bahkan kontribusi yang dilakukan oleh PT SBS setelah diakusisi oleh BMI jauh lebih besar melampaui perhitungan dari konsultan itu sendiri,” tandas dia.
Kasus dugaan korupsi ini sendiri menjerat Direktur Utama PTBA periode 2011-2016 Milawarma (M), mantan Direktur Pengembangan Usaha PTBA Anung Dri Prasetya (ADP), Ketua Tim Akuisisi Penambangan PTBA Saiful Islam (SI), Analis Bisnis Madya PTBA periode 2012-2016 yang juga Wakil Ketua Tim Akuisisi Jasa Pertambangan Nurtima Tobing (NT), dan pemilik PT SBS Tjahyono Imawan.
Kelima terdakwa itu diduga merugikan negara (BUMN) sebesar Rp162 miliar pada akusisi tersebut. Penyidik Kejati Sumsel menyebut dalam proses akuisisi PT SBS oleh PTBA melalui PT BMI pada 2015, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan maupun peraturan internal PTBA, serta tidak menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Sementara Gunadi Wibakso yang merupakan kuasa hukum dari pihak 4 terdakwa lainnya mengatakan bahwa, langkah akuisisi SBS sendiri diklaim sebagai realisasi atas Program Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) PTBA Tahun 2013-2017.
Dalam RJPP perseroan periode 2013-2017, disampaikan, sebagai perusahaan tambang batubara milik negara dan salah satu pemegang izin usaha tambang batu bara terbesar nasional PTBA belum punya kontraktor tambang sendiri.
Selama ini pekerjaan penambangan diserahkan ke perusahaan lain PT Pamapersada Nusantara (Grup Astra). PTBA kemudian berstrategi mengembangkan nilai tambah perusahaan dengan mengakuisisi perusahaan kontarktor tambang yang sudah ada seperti SBS. Gunadi mengklaim PTBA justru mencatatkan laba yang signifikan pasca-akuisisi SBS.
Editor : Sidratul Muntaha
Artikel Terkait