PAPUA BARAT, iNews.id - Rencana pemekaran di Papua sudah muncul, namun pakar otonomi daerah Djohermansyah Djohar mengingatkan agar berhati-hati karena dapat menimbulkan kegagalan dan konflik jika ada unsur politik.
Djohermansyah Djohar yang pernah menjabat Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri ini mengatakan, pembentukan daerah otonomi baru di Papua memang harus dilakukan hati-hati. " Pemekaran wilayah yang terlalu banyak mengakomodasi pertimbangan politik, akan berpotensi gagal dan menimbulkan konflik baru. Selama era reformasi, Papua mengalami pemekaran wilayah yang begitu besar yaitu hampir 320 persen," kata dia dilansir dari situs DPD RI, Kamis (9/12/2021).
Menurut Djohermansyah, berdasarkan catatannya pada 1999 Papua hanya memiliki satu provinsi dan sembilan kabupaten/kota. "Namun hingga 2021 jumlah wilayah administratif di Papua sebanyak dua provinsi, yaitu papua dan papua barat," ucap dia.
Untuk Provinsi Papua sendiri memiliki 28 Kabupaten dan satu Kota dengan 384 distrik. Sedangkan Provinsi Papua Barat memiliki 12 Kabupaten dan satu Kota dengan 124 distrik.
Djohermansyah mengakui jika sudah ada pasal dalam UU Nomor 2/2021 yang menyebutkan pemekaran wilayah dapat dilakukan, bahkan tanpa melibatkan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan DPR Papua. Hanya saja ketentuan hukum ini memiliki tantangan dalam pelaksanaannya, termasuk adanya penolakan dari DPR Papua dan MRP terhadap dasar hukum baru tersebut.
Senada, senator Papua Barat, Dr. Filep Wamafma turut mengingatkan, agar pemekaran dapat memperhatikan aspek-aspek kesiapan daerah. Jika aspek kesiapan daerah dikesampingkan, maka dikhawatirkan daerah otonom baru akan lahir prematur dan pemekaran daerah justru menimbulkan permasalahan baru.
"Undang-undang Otsus yang baru saja disahkan itu aspek kesiapan daerah kan dikesampingkan. Artinya, ada aspek politik, sosial dan aspek lainnya yang menjadi bahan pertimbangan. Kami harapkan sebagai wakil rakyat, bagaimana pembangunan itu memberdayakan penduduk asli," kata Filep.
Artinya pemekaran terbentuk, namun orang Papua asli harus menjadi subjek utama dalam setiap sektor. Pemekaran Papua juga harus mengutamakan pemenuhan pelayanan-pelayanan dasar bagi masyarakat Papua daripada kepentingan-kepentingan politik dan keamanan.
Jika pemerintah memandang aspek-aspek politik dan keamanan untuk memekarkan, ini bertolak belakang dengan kebutuhan daerah. "Pemerintah harus objektif memperhatikan tentang pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan," kata Wakil Ketua I Komite I DPD RI ini.
Sedangkan, Menko Polhukam Mahfud Md menyampaikan rencana pemekaran di Papua dapat menjadi pembahasan prioritas dalam satu atau dua tahun ke depan. Tterdapat sejumlah pertimbangan terkait rencana pembentukan daerah otonomi baru (DOB) Papua diantaranya adalah pertimbangan kepentingan strategis nasional.
Menurut Mahfud, pemekaran bertujuan melakukan percepatan pembangunan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan amanat UU Otsus Papua.
Editor : Agustian Pratama
Artikel Terkait