PALEMBANG, iNEWSpalembang.id – Internasional Women Day 2025 atau Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret, menjadi momen sejumlah organisasi untuk menyatakan sikap serukan ‘Putus Rantai Ketidakadilan Gender dan Lingkungan di Sumsel’
Ada Pilar Nusantara, Solidaritas Perempuan (SP) Palembang, Rumah Relawan Peduli, WALHI Sumsel, Sahabat WALHI, BEM FE Unsri, LBH Palembang, HaKI, Sarekat Hijau Indonesia, Spora Institute, WCC Palembang, PMII Rayon Ushuluddin, Dema UIN Raden Fatah Palembang, PMKRI, GMKI, Benah Palembang, BEM FISIP Unsri, Palembang Book Party, AJI Palembang, LPM Ukhuwah UIN RF, Spekatakel Klab, Hello Sister (Suara Mentari), KPA Sumsel, Rawang.Id, SPI, melayangkan sejumlah tuntutan.
Ketua SP Palembang, Mutia Maharani menyatakan Hari Perempuan Internasional 2025 ini menjadi momentum untuk menyuarakan isu perempuan khususnya perempuan akar rumput.
Pada era kemajuan sains dan teknologi (Era 5.0), isu petani khususnya petani perempuan menjadi perhatian khusus. Melalui survei nasional Komisi Nasional Perempuan, sepanjang tahun 2023-2024 terdapat total 401.975 petani perempuan yang mengalami kekerasan akibat adanya konflik sumber daya alam di berbagai pelosok desa.
“Hingga 100 hari kepemimpinan Prabowo-Gibran, Solidaritas Perempuan (SP) menilai Prabowo-Gibran masih tidak berpihak kepada perempuan. Karena, terus melanjutkan praktik-praktik Jokowi (Joko Widodo) dalam proyek investasi dan kebijakan diskriminatif serta pembungkaman gerakan sipil menggunakan militerisme,” ujar dia, lewat rilis resmi, Sabtu (9/3/2025).
“Kami mencatat proses pembangunan yang patriarkal dan diwarnai oleh penindasan dan berujung pada pemiskinan, telah berdampak serius terhadap Perempuan sebesar 3.624 jiwa (47,7%) di 57 desa di Indonesia,” imbuh dia.
Berkaca dari hal itu, maka SP Palembang menuntut untuk meninjau ulang HGU PTPN VII Cinta Manis dan libatkan perempuan di desa yang terdampak konflik dalam penyelesaian konflik.
Berikutnya, hentikan kekerasan dan perampasan sumber daya kehidupan perempuan; Hentikan kriminalisasi aktivis pembela HAM, HAP dan Lingkungan; Hentikan pembungkaman gerakan sipil menggunakan kekuatan militerisme.
“Menghentikan liberasi agraria dan berbagai solusi palsu ketimpangan dan ketidakadilan agrarian, dan lingkungan dengan menjalankan reforma agraria sebagai basis pembangunan nasional,” ujar dia.
Tuntutan selanjutnya, ungkap Mutia, hentikan kekerasan seksual di ruang lingkup pendidikan dan tempat kerja. Lalu, hentikan pemangkasan pendanaan atas nama efesiensi untuk kebutuhan perempuan dan kelompok rentan.
“Hentikan pemaksaan perkawinan anak di bawah 19 tahun. Berikan akses dan kontrol lebih besar bagi perempuan dalam skema Perhutanan Sosial, termasuk perizinan dan pendampingan teknis,” ungkap dia.
Mutia juga menegaskan untuk memastikan kebijakan Perhutanan Sosial melibatkan perempuan secara aktif dalam perencanaan, pengelolaan, dan distribusi manfaat hasil hutan. Hentikan diskriminasi terhadap perempuan dalam pengelolaan lahan hutan dan sumber daya alam.
Editor : Sidratul Muntaha
Artikel Terkait