PALEMBANG, iNewspalembang.id - Masa kepemimpinan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur (Wagub) Sumsel, Herman Deru - Mawardi Yahya mendapat sorotan tajam dari salah satu tokoh Sumsel.
Sorotan tersebut diutarakan Wali Kota Palembang periode 2003-2013, Ir Eddy Santana Putra MT, yang saat ini duduk sebagai Anggota Komisi V DPR RI, asal daerah pemilihan (dapil) Sumsel 1.
Menurut Eddy Santana, pembangunan Sumsel pada masa kepemimpinan pasangan Herman Deru-Mawardi Yahya selama lima tahun ini dinilai gagal.
"kita sudah melihat dan merasakan langsung. Apalagi seperti saya, ya tahulah apa yang harus dilakukan seorang gubernur dan wakil gubernur. Ternyata lima tahun ini kalau boleh kita sampaikan, kasarnya zonk. Tak ada yang dibangun oleh mereka ini. Bahkan yang ada ini cenderung terdegradasi," ujar dia, Rabu (3/1/2024).
Eddy mencontohkan, kawasan Jakabaring Sport City (JSC) yang sebelumnya sudah dibangun di era Gubernur Sumsel Alex Noerdin dengan bagus dan bersih. Namun sekarang bukannya bertambah bangunan baru, atau mungkin bersih, sebaliknya justru tidak ada semuanya.
"Pernah dulu ada acara yang hadir Wakil Presiden, saya melihat malah kawasan JSC khususnya Dining Hall jadi kotor. Apa yang dilakukan setelah diserahkan ke pihak ketiga, bukannya tambah bagus, jadi mundur kita ini," kata dia.
Eddy mengungkapkan, ini hanya satu sektor khusus pada infrastruktur olahraga yang tidak ada pembangunan, Sumsel justru mundur. Apalagi prestasinya. Infrastrukturnya saja mundur apalagi prestasinya,
“Lihat saja di PON, Sumsel peringkat berapa, mana sebentar lagi juga akan ada PON, nomor berapa Sumsel nanti. Karena tidak ada pembinaan atlet yang bagus. Atlet yang mau latihan di JSC saja harus bayar. Buat saja di keningnya itu tulisan atlet, kasarnya seperti itu. Seharusnya atlet itu bebas menggunakan fasilitas olahraga di JSC,” tegas dia.
“Karena memang sudah menjadi tugas pemerintah daerah memberi subsidi pada atlet agar mendapatkan prestasi. Tidak ada itu, jadi tidak ada pembinaan. Nol. Ya pasangan itu, gubernur dan wakil gubernur,” imbuh dia.
Eddy lalu menyentil soal pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat, di kawasan Tanjung Api Api (TAA) yang juga disebutnya tidak jadi.
“Gembar gembor tentang pelabuhan, mana? Bahkan dulu sempat sudah di anggarkan. Saya berjuang di nasional pada rapat komisi V DPR RI dan itu sudah dianggarkan di kementerian, namun tiba-tiba anggaran untuk pembangunan Tanjung Carat tersebut hilang,” jelas dia.
“Saya bertanya ke menteri soal anggaran yang hilang itu. Lalu menteri menjawab, loh kan yang minta gubernur (Sumsel). katanya gubernur bisa membangun sendiri lewat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), kalau tidak salah PT SMS (Sriwijaya Mandiri Sumsel) yang bisa mencari investor. Itu dua hingga tiga tahun yang lalu,” tukas dia lagi.
Mendengar jawaban dari menteri, maka Eddy sampaikan, kalau ini diserahkan ke daerah, sampai akhir jabatan gubernur dia yakin tidak akan terbangun.
“Ternyata benar. Ini soal sudah dianggarkan mengapa jadi hilang, okelah cari investor, tapi teruskan, ya dimulai Tanjung Carat itu, jalannya saja disetop, dihilangkan anggarannya. Padahal sudah dianggarkan sebesar Rp60 miliar dari APBN untuk jalan dari Simpang Sungsang sampai ke Tanjung Carat sejauh 8 kilometer,” jelas dia.
Sekarang, terang Eddy, proses Tanjung Carat itu baru mau mulai lagi dan anggarannya mau dimasukkan kementerian lagi. Karena, kalau tidak telat tiga tahun ini, mungkin Sumsel sudah punya pelabuhan.
“Jadi bagaimana mikirnya pasangan gubernur dan wakil gubernur itu. Itu baru dua hal, untuk yang lain-lain tidak juga ada. Seorang wakil gubernur juga tidak bisa ngomong hanya sebagai seorang wakil, itu pasangan. Kalau kita bisa ngomong ya lima tahun ini gagal.Zonk. Ya tunjukkan apa yang sudah dibangun, paling-paling perbaikan jalan di OKU Timur. Tidak ada konsep,” terang dia.
Sebagai pejabat publik atau pejabat negara, kata Eddy, tiap orang itu ada keterbatasan, termasuk dia pun mengakui keterbatasan itu. Namun, sambung dia, kan begitu banyak orang-orang pintar dan cerdas, hal yang terpenting itu leadership.
“Ya tinggal kumpulkan saja orang-orang pintar itu, bicara soal konsep, infrastruktur, perencanaan. Jangan menyebut itu adik saya, itu famili saya, tempatkan di situ, akhirnya tidak ada yang dibangun karena primordialisme-nya. Karena ini uang rakyat jadi ya ngurus rakyat, dikasih amanah untuk mengurus rakyat menjadi Sejahtera,” kata dia.
Eddy menambahkan, bahwa ini memunculkan kegelisahan. Karena dengan kondisi ini sepertinya Sumsel mengalami kemunduran. Kalau kondisinya stag atau sama dengan lima tahun sebelumnya, berarti Sumsel tidak maju
“Tapi kalau mundur, itu artinya kita lebih mundur lagi. Bukan saja lima tahun, kita bisa kehilangan waktu 10 tahun,” tandas dia.
Editor : Sidratul Muntaha
Artikel Terkait